-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

BISAKAH MENGHADIAHKAN PAHALA BAGI ORANG YANG TELAH MENINGGAL (MAYYIT) ? (bagian dua: Ibadah-Ibadah Badaniyyah)

Para ulama telah menulis dalam masalah tersebut, mereka menulis kitab-kitab yang banyak, diantara mereka ada yang membolehkan pembacaan Al-Qur’an (untuk mayyit) dan senang membacakan bagian-bagian akhir Al-Qur’an untuk mayyit, mereka menjadikan hal tersebut ke jenis sedekah dengan harta. Sebagian ulama ada yang mengatakan: “Semua ini adalah perkara-perkara tauqifiyyah (harus dibangun di atas dalil), maksudnya bahwa perkara-perkara tersebut (yang pahalanya dihadiahkan untuk mayyit) termasuk ibadah-ibadah, maka tidak boleh dilakukan kecuali apa-apa yang ditetapkan syari’at. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

 
“Barangsiapa yang melakukan amalan yang perintah kami tidak ada atasnya maka amalan tersebut tertolak”. (HR Muslim)
Tidak ada dalil dalam masalah ini -yang kami ketahui- yang menunjukkan disyari’atkannya membaca Al-Qur’an untuk orang meninggal.

Maka yang semestinya adalah berada dalam hukum asal yaitu bahwasanya ibadah adalah tauqifiyyah … -sampai perkataan beliau-
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa sedekah atas nama mayyit bermanfaat baginya, demikian juga haji dan ‘umroh –telah datang hadits-hadits dalam masalah tersebut-, begitu juga melunasi hutang bermanfaat baginya (mayyit). Adapun membaca Al-Qur’an kemudian menghadiahkan pahala untuknya, sholat untuknya, atau puasa tathowwu’ (sunat) untuknya, maka semuanya tidak sampai kepadanya dan yang benar hal terebut tidak disyari’atkan”. [Majmu’ Fatawa Ibni Baaz 4/340]

ULAMA YANG BERPENDAPAT SAHNYA PENGHADIAHAN PAHALA DENGAN SEGENAP AMALAN


KEBAIKAN MENYATAKAN BAHWA TIDAK SEMESTINYA DALAM PENERAPANNYA MENYELISIHI APA YANG DATANG DARI SALAF

Dari penjelasan terdahulu terlihat bahwa pendapat yang kuat adalah tidak disyari’atkannya penghadiahan pahala kepada mayyit selain yang disebutkan dalil. Dalam kesempatan ini juga ingin dijelaskan, bahwa diantara ulama yang berpendapat bahwa penghadiahan pahala juga boleh dengan amalan kebaikan yang lain secara keseluruhan, mereka mengatakan dalam penerapannya tidak semestinya menyelisihi apa yang sah datangnya dari salafush sholih.
Syaikhul Islam Rahimahullohu Ta’ala mengatakan: “Perkara yang dikenal di kalangan muslimin pada kurun yang dimuliakan (zaman salaf), bahwasanya mereka mengibadahi Alloh dengan berbagai jenis ibadah yang disyari’atkan baik yang wajib maupun yang sunat berupa sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dzikr dan selainnya. Dahulu mereka juga mendo’akan kaum mukminin dan mukminat - baik bagi yang hidup ataupun yang telah meninggal -sebagaimana yang Alloh perintahkan, ketika sholat jenazah, ziaroh kubur dan selainnya …
-sampai perkataan beliau- sedekah atas nama mayyit termasuk amalan-amalan sholeh demikian juga yang datang di As-Sunnah dalam masalah puasa atas nama mereka. Dengan masalah ini dan selainnya adalah dalil yang dipakai para ulama yang berpendapat bolehnya menghadiahkan pahala ibadah maaliyyah dan badaniyyah kepada mayyit kaum muslimin, sebagaimana hal itu merupakan mazhab Ahmad, Abu Hanifah dan sekalangan dari pengikut Mazhab Malik dan Syafi’i, apabila dihadiahkan kepada mayyit pahala puasa dan sholat ataupun bacaan Al-Qur’an maka itu boleh. Sementara mayoritas pengikut mazhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah mengatakan: Hal itu (penghadiahan pahala) hanya disyari’atkan pada ibadah maaliyyah.

Bersamaan dengan ini (yaitu bolehnya penghadiahan pahala dengan segenap amalan kebaikan menurut pendapat yang beliau kuatkan -pent) bukanlah menjadi adat para salaf jika mereka sholat tathowwu’, puasa atau haji tathowwu’ atau mereka membaca Al-Qur’an kemudian menghadiahkan pahalanya kepada mayyit-mayyit mereka yang muslim, tidak juga bagi orang-orang khusus mereka, bahkan adat mereka adalah sebagai mana terdahulu penjelasannya (yakni beramal untuk diri sendiri dan mendo’akan serta memintakan pengampunan bagi orang-orang yang meninggal kepada Alloh -pent) maka tidak semestinya bagi manusia berpaling dari jalan para salaf karena mereka lebih utama dan sempurna, wallohu a’lam”. [Majmu’ Fatawa 24/322-323]

Peringatan ini juga disebutkan Syaikh Al-‘Utsaimin Rahimahulloh [Majmu’ Fatawa wa Rosaa-il Al-‘Utsaimin 17/265] 

والله الموفّق وهو الهادي إلى سواء السبيل والحمد لله ربّ العالمين
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
 
ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy Al-Andalasy
-semoga Alloh mengampuni dosa dan kesalahannya-
13 Robii’uts Tsany 1434
<< Prev                                                  Halaman 5