Mungkin inilah pertanyaan yang
banyak terlintas di benak orang tua: “Kenapa putraku berbeda dengan teman
sebayanya, kenapa berbeda dengan orang-orang kampungnya, kenapa dia tidak mau memotong
jenggotnya, tidak mau memakai pakaian di bawah mata kaki, tidak mau nonton TV,
tidak mau mendengarkan musik. Kenapa putriku berhijab, berpakaian menutupi
seluruh tubuhnya, kenapa tidak mau bergaul dengan sepupu laki-lakinya, tidak
mau bersalaman dengan mereka, kenapa malah mengatakan ini haram … itu haram
??”.
Bahkan kenapa mereka tidak mau
menghadiri acara-acara keagamaan yang sudah berkembang di masyarakat, yang
digencarkan kiyai-kiyai, “Kenapa tidak mau menghadiri peringatan Maulud Nabi,
Isro’ Mi’roj, dzikir bersama, kenapa malah berkata, ini bid’ah … itu bid’ah ??”.
"Kenapa mereka tidak mau dia
ajak berurusan dengan dengan dukun, entah untuk berobat, mencari barang hilang,
kenapa malah berkata, ini syirik … itu syirik ??”.
Sungguh mengherankan …
Ketahuilah -Wahai para orang tua
yang menginginkan kebaikan bagi anak-anaknya- keasingan bukanlah tolak ukur
suatu kebenaran, karena kebenaran adalah sesuatu yang dikembalikan kepada
pokok-pokok syari'at, apa yang Allah dan Rasulullah benarkan, maka itulah yang
benar.
Dulu tanggapan yang sama telah
terlontar dari kaum musyrikin:
وَعَجِبُوا أَنْ
جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا
سَاحِرٌ كَذَّابٌ أَجَعَلَ
الْآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ
هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ وَانْطَلَقَ الْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا
عَلَى آَلِهَتِكُمْ إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ
يُرَادُ مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي الْمِلَّةِ
الْآَخِرَةِ إِنْ هَذَا إِلَّا
اخْتِلَاقٌ
“Mereka
merasa heran ketika datang kepada mereka pemberi peringatan. Orang-orang kafir
berkata: “Orang ini adalah penyihir yang pendusta. Apakah dia menginginkan
sembahan (yang diibadahi) cuma satu saja ?? Sungguh ini adalah perkara yang
mengherankan”. Maka pergilah para pemuka mereka mengatakan: “Berjalanlah kalian
dan sabarlah dalam mengibadahi sembahan-sembahan kalian, sesungguhnya inilah
yang Allah kehendaki. Kita tidak pernah mendengar perkataan seperti ini pada
agama yang terakhir. Sungguh perkara ini hanyalah sesuatu yang
diada-adakan" (QS Shod Ayat 4-7)
Mereka menghukumi benar tidaknya
sesuatu, dengan tingkat kecocokan yang ada pada mereka. Kalau seperti mereka berarti
benar, kalau berbeda berarti sesat.
Sebagai seorang muslim hendaknya
kita senantiasa berusaha untuk jujur dan obyektif dalam bersikap. Apakah kita
merasa yakin bahwa komunitas yang ada sekarang berada di atas kebenaran ??
Apakah kita memiliki alasan untuk itu di depan Allah kelak ??
Allah bahkan telah menjelaskan
bahwa mayoritas bukanlah acuan kebenaran, justru kebanyakan manusia telah
hanyut mengikuti hawa nafsunya. Allah berfirman:
وَإِنْ تُطِعْ
أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ
يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ
هُمْ إِلَّا يَخْرُصُون
“Apabila
engkau kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu,
yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka. Mereka hanyalah membuat kebohongan”
(QS Al-An'am Ayat 116)
Next >>
Halaman 1