-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Islam Dan Hukum Karma

بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، أما بعد: 
Istilah hukum karma, banyak didengar dan mungkin sudah populer di lisan-lisan sebagian kaum muslimin. Tak lain sebabnya, karena terlalu lapangnya pola interaksi antar agama dan terlalu gampangnya pemahaman-pemahaman luar Islam masuk lewat media-media informasi yang notabene telah menjadi “makanan pokok” bagi sebagian orang, wallohul musta’an. Jadi jangan heran jika anda melihat sebagian orang terlihat kurang peka –bahkan cenderung lalai- dengan sesuatu yang merusak akidahnya bahkan menganggap baik atau wajarnya perkara tersebut.

Pembahasan yang –insya Alloh- akan kita lewati, terkait dengan keyakinan pokok pada agama Hindu ataupun Buddha (sebagaimana di Sutta Pitaka), bahwasanya kebaikan mesti mendatangkan kebaikan dan kejelekan mesti mendatangkan kejelekan. Dari landasan tersebut muncullah berbagai pertanyaan: “Bagaimana caranya kebaikan bisa mendatangkan kebaikan (dan sebaliknya)?, Siapakah yang mengatur itu semua?, Kapan terjadinya?”. Sebagai jawabannya, mereka memakai HUKUM KARMA.
SEKILAS MENGENAI KARMA
Karma berasal dari bahasa Sansekerta  yang berarti amalan. Hakikat karma adalah setiap amalan yang dilakukan seorang manusia baik berupa perkataan, perbuatan ataupun amalan. Bisa juga dikatakan bahwa karma adalah seluruh kehidupan manusia.[1]
Karma memiliki sebab dan memiliki akibat (buah). Karma yang baik akan datang dengan akibat yang baik dan karma yang jelek akan datang dengan akibat yang jelek. Mereka meyakini bahwa kejelekan ataupun kebaikan yang mereka dapatkan adalah akibat perbuatan mereka di kehidupan yang lalu (keyakinan reinkarnasi).
AKIDAH-AKIDAH KARMA PADA AGAMA-AGAMA YANG BERKEMBANG DARI INDIA
Keyakinan karma telah dahulu diyakini kelompok-kelompok kerpercayaan dan filsafat-filsafat di India, seperti Brahmiyyah (yang terkadang disebut sebagai Hindu), Buddha, Jainiyyah dan sebagainya dari kelompok-kelompok agama di India. Semua kelompok ini sepakat akan adanya hukum karma serta adanya reinkarnasi baik dalam jasad manusia ataupun hewan sesuai dengan baik tidaknya amalan mereka, yakni sesuai dengan karma.
Pada kepercayaan Brahmiyyah terdapat perincian yang jelas bahwasanya nasib seseorang di dalam kehidupannya ini tidak lain buah dari kehidupannya yang lalu, sementara amalannya sekarang akan “membantu” keadaan seseorang ketika dilahirkan pada kehidupan yang akan datang. Seseorang yang berbuat kejelekan dengan anggota badannya akan “lahir” sebagai benda mati pada kehidupan berikutnya, seseorang yang berbuat kejelekan dengan lisannya, akan menjadi burung atau hewan, sementara orang yang berbuat kejelekan dengan akan terlahir sebagai kasta terendah.[2]
Maka keyakinan karma inilah yang menjadi landasan pembagian kasta, bahwasanya setiap kasta merupakan buah karma pada kehidupan mereka sebelumnya, sehingga tidak ada alasan bagi kasta yang rendah untuk keberatan, tidak puas atau dengki dengan kasta yang diatasnya, karena keberadaannya pada kastanya adalah akibat karmanya sendiri di kehidupan yang lalu. Hukum karma inilah –di sisi Brahmiyyah- yang menjadi dasar bagi setiap kasta untuk tunduk dan puas dengan keadaannya.

Next >>                                                 Halaman 1