بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على من لا نبيَّ بعده, أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله
Sebagaimana dimaklumi sebagai seorang muslim terlebih sebagai penuntut ilmu, seharusnyalah kita tidak mencari jalan sendiri dalam bersikap dan berpendapat terkait perkara syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk diantaranya adalah apa-apa yang terkait dakwah dan para pengembannya. Karena itulah kita menjumpai para ulama kita memberikan berbagai arahan dan penjelasan yang terkait perkara tersebut secara umum ataupun terperinci.
Masalah penyikapan
taubat ahlu bid’ah & hizbiyyah terlebih lagi para da’inya adalah salah satu
perkara yang disinggung mereka. Kita mengetahui bagaimana keutamaan taubat dan
kita bergembira ketika seorang hamba menyadari kesalahannya dan rujuk ke jalan
yang semestinya. Namun di sisi lain, kelalaian dan sifat bermudah-mudahan dalam
menyikapi masalah ini bisa membuka pintu kemudharatan bagi kaum muslimin. Karena
itulah kita melihat bahwasanya para ulama tidak mencukupkan dengan sekedar
pengakuan taubat dari seorang ahli bid’ah, perlu ada pembuktian dan penjelasan
yang mengikutinya. Berikut beberapa penukilan dari sekian banyak penjelasan
ulama tentangnya :
Sulaiman bin Yasar –Rahimahulloh- berkata: "Bahwasanya
seorang lelaki dari Bani Tamim –biasa dipanggil dengan Shobigh bin 'Asal-
datang ke Madinah, dan bersamanya kitab-kitab. Kemudian dia mempertanyakan
tentang (ayat-ayat) mutasyabihat dari Al Qur'an. Lalu perkara itu sampai ke
'Umar. Maka diutuslah utusan kepadanya (untuk memanggilnya), sementara dia (Umar) menyiapkan dua pelepah
korma.
Ketika (shobigh) masuk, dia (Umar) dalam keadaan duduk. Lalu
'Umar berkata padanya: "Siapa kamu?" Dia berkata: "Saya
Shobigh". Kemudian 'Umar berkata: "Saya 'Umar hamba Alloh" Lalu
Umar mengulurkannya dan memukul dengan kedua pelepah korma sampai shobigh
terluka, sehingga mengucur darah dari wajahnya. Kemudian dia (Shobigh) berkata:
"Cukup wahai Amirul Mukminin, sungguh telah hilang apa yang ada di
kepalaku".
Di riwayat lain, "Kemudian 'Umar mengirim (surat) kepada
penduduk Bashroh untuk tidak bermajelis dengannya". Atau berkata
(Sulaiman): "Dia menulis kepada kami agar tidak bermajelis
dengannya", dan berkata: "Kalau dia duduk pada kita dan kita seratus
orang maka kita akan saling berpecah" [Al Ibanah Kubro karya Ibnu Baththoh
2/309]
Lihatlah bagaimana Amirul Muminin ‘Umar Radhiyallahu
‘Anhu tidak menelan mentah-mentah pengakuan Shobigh akan lenyapnya
penyimpangannya, justru ‘Umar
memperingatkan umat untuk tetap di atas kewaspadaan. Inilah hakikat nasehat
kepada
Next >> Halaman 1