Imam Ibnul Qoyyim Rahimahullah
dalam Miftah Daaris Sa'adah (1/ 147) mengatakan: "Jangan sampai engkau
tertipu dengan apa-apa yang menipu orang-orang bodoh. Karena mereka mengatakan:
"Kalau memang mereka di atas kebenaran tentulah mereka tidak menjadi
kelompok manusia yang paling sedikit jumlahnya, sementara orang-orang justru
menyelisihi mereka !!". Ketahuilah merekalah yang betul-betul manusia,
adapun yang menyelisihi mereka hanyalah mirip manusia, mereka bukan manusia.
Manusia itu hanyalah pengikut kebenaran walaupun sedikit jumlahnya. Ibnu Mas'ud
mengatakan: "Janganlah seseorang diantara kalian menjadi bunglon,
mengatakan: "Saya bersama orang-orang". Hendaklah seseorang diantara
kalian memutuskan untuk beriman, walau orang-orang mengingkarinya …".
Bacalah Al-Qur’an dan hayati,
bacalah Shohih Al-Bukhory, Shohih Muslim dan biografi para sahabat, maka anda
akan bisa mengetahui bagaimana cara mereka berpikir, bersikap dan seperti apa
penampilan mereka. Sekarang, lihatlah kondisi orang-orang yang mengikuti arus
masyarakat, yang mengikuti kebanyakan orang, bandingkan dengan kondisi para
sahabat, apa yang anda lihat ??
Padahal komunitas shohabat adalah
komunitas yang diridhoi Allah, dipuji Rasul-Nya, komunitas yang ada ketika
turun wahyu, komunitas yang dibina oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ
مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang
terdahulu yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshor,
serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah meridhoi mereka dan
mereka pun ridho kepada Allah. Dan Dia telah menyiapkan bagi mereka surga-surga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya, itulah kemenangan yang agung” (QS At-Taubah Ayat 100)
Jelaslah siapa sebenarnya yang
pantas diikuti karena Allah meridhoi orang-orang yang yang mengikuti mereka
dengan baik. Terus apakah ada sesuatu yang lebih bernilai, yang memalingkan
seseorang untuk menggapai ridho-Nya ??
Kalau dikatakan: “Zaman mereka
berbeda dengan zaman kita sekarang”
Memang berbeda, dulu mereka naik
unta sekarang kita naik mobil, dulu mereka mengutus orang untuk menyampaikan
pesan sekarang ada sarana teknologo. Tapi wajib dicamkan bahwa syari’at itu
tetap. Islam yang dulu adalah Islam yang sekarang, karena Allah telah
menyempurnakan agama-Nya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِينَكُمْ
“Pada
hari ini telah Aku sempunakan bagi kalian agama kalian” (Al-Ma'idah Ayat 3)
Kalau sudah sempurna berarti
tidak perlu ditambah lagi, tidak adalah istilahnya agama mesti mengikuti
perkembangan, tapi perkembangan itulah yang mesti ditimbang dengan syari’at.
Bukanlah agama yang mengikuti adat masyarakat, tapi adatlah yang mesti
disesuaikan dengan agama.
Dahulu Ma’qil bin Yasar
Rodhiyallahu 'Anhu makan siang, maka makanan yang ada ditangannya jatuh.
Kemudian dia mengambilnya dan menyingkirkan yang kotor padanya, kemudian
memakannya. Maka penduduk kampung (dari kalangan A’jam -bukan Arab-) saling
mengisyaratkan dengan mata mereka. Orang-orang pun menyampaikan perkara
tersebut kepadanya: “Apa pendapatmu tentang perkataan orang-orang A’jam itu?,
mereka mengatakan: “Lihatkah pada makanan yang ada di tangannya, dan apa yang
dilakukan dengan suapannya itu?”. Maka Ma’qil menjawab: “Saya tidak akan
meninggalkan apa yang saya dengar dari Rasulullah gara-gara perkataan para A’jam
itu. Sesungguhnya dahulu kami diperintahkan, jika terjatuh suapan salah seorang
dari kami, maka dia singkirkan yang kotor padanya, kemudian dia memakannya”.
(HR Ad-Darimy, dishohihkan Imam Muqbil di Jami’us Shohih)