-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SURAT TERBUKA UNTUK PARA ORANG TUA (BAGIAN 2)

Adapun kalau perbuatan anak anda menyelisihi para kiyai dan para da’i kebanyakan, maka itu bukanlah patokan kesalahannya. Betapa banyak orang yang mengaku berdakwah atas nama Islam, banyak metode dan beragam pemikiran.
Apakah semuanya benar ? Jawabnya: “Tidak, kebenaran hanya satu tidak berbilang”. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِه

Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah. Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, sehingga kalian bercerai-berai dari jalan-Nya”. (QS Al-An'am Ayat 153)

Mujahid Rahimahullah berkata: “Jalan-jalan adalah bid’ah-bid’ah dan syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuan. Sesuatu yang dikira bisa sebagai dalil padahal tidak)”. (Atsar ini shohih, diriwayatkan Ibnu Jarir).
Keasingan kebenaran di kalangan manusia bukanlah perkara yang mustahil, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

"Islam ini mulai dalam keadaan asing, dan akan kembali asing. Maka thuba bagi orang-orang yang asing" (HR Muslim dari Abu Hurairoh Rodhiyallahu 'Anhu)
Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam penjelasan hadits tersebut mengatakan: "Para ulama berselisih tentang makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

طُوبَى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآَب

"Thuba bagi mereka dan tempat kembali yang baik" (QS Ar-Ro'd Ayat 29)

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Rodhiyallahu 'Anhuma bahwa (thuba) maknanya adalah kegembiraan dan penyejuk mata. 'Ikrimah mengatakan: "Kenikmatan bagi mereka". Adh-Dhohhak mengatakan: "Kesenangan bagi mereka". Qotadah mengatakan: "Yang terbaik bagi mereka", juga diriwayatkan bahwa dia mengatakan: "Mereka mendapatkan kebaikan. Ibrohim mengatakan: "Kebaikan dan kemuliaan bagi mereka". Ibnu 'Ajlan mengatakan: "Kebaikan yang terus-menerus". Disebutkan juga maknanya adalah sebuah pohon yang ada di surga berdalil dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

طوبى شجرة في الجنة

"Thuba adalah sebuah pohon di surga" (HR Ahmad dari Abu Sa'id Al-Khudry, Syaikh Al-Albany di Ash-Shohihah menyebutkan bahwa  sanadnya Shohih ligairih)

Seluruh pendapat ini mungkin pada makna hadits ini, wallahu a'lam".
Keasingan mereka, bukan karena mereka ingin nyentrik, ingin tampil beda, baik di sisi keyakinan ataupun amalan-amalan lahiriyah. Namun keasingan itu muncul dikarenakan mereka ingin mempertahankan agama sebagaimana yang disyari'atkan, sementara orang-orang di sekitar mereka banyak yang lalai dalam menjalankan agama mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

طوبى للغرباء ، قيل : ومن الغرباء يا رسول الله ؟ قال : ناس صالحون قليل في ناس سوء كثير من يعصيهم أكثر ممن يطيعهم

"Thuba bagi orang-orang yang asing. Dikatakan kepada beliau: "Siapakah orang-orang yang asing itu, wahai Rasulullah ?". Beliau menjawab: "Orang-orang sholih yang sedikit di kalangan orang-orang jelek yang banyak. Orang-orang yang menentang mereka lebih banyak dari yang taat (mengikuti dakwah) mereka". (HR Ibnu 'Asakir (12/ 8/ 1) dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-Ash Rodhiyallahu 'Anhu, sebagaimana disebutkan Syaikh Al-Albany Rahimahullah dalam Ash-Shohihah 1619 dan sanadnya jayyid)

Maka bersyukurlah bahwa putra Bapak dan putri Ibu, terasing karena mempertahankan agamanya, tidak hanyut dan tenggelam bersama kelalaian manusia terhadap agama mereka.

Next >>                                                                    Halaman 3