Adapun kalau perbuatan anak anda
menyelisihi para kiyai dan para da’i kebanyakan, maka itu bukanlah patokan
kesalahannya. Betapa banyak orang yang mengaku berdakwah atas nama Islam,
banyak metode dan beragam pemikiran.
Apakah semuanya benar ? Jawabnya:
“Tidak, kebenaran hanya satu tidak berbilang”. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَأَنَّ هَذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِه
“Sesungguhnya
ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah. Janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan yang lain, sehingga kalian bercerai-berai dari jalan-Nya”. (QS
Al-An'am Ayat 153)
Mujahid Rahimahullah berkata:
“Jalan-jalan adalah bid’ah-bid’ah dan syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuan.
Sesuatu yang dikira bisa sebagai dalil padahal tidak)”. (Atsar ini shohih,
diriwayatkan Ibnu Jarir).
Keasingan kebenaran di kalangan
manusia bukanlah perkara yang mustahil, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam bersabda:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ
غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
"Islam ini mulai dalam
keadaan asing, dan akan kembali asing. Maka thuba bagi orang-orang yang
asing" (HR Muslim dari Abu Hurairoh Rodhiyallahu 'Anhu)
Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam
penjelasan hadits tersebut mengatakan: "Para ulama berselisih tentang
makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
طُوبَى لَهُمْ
وَحُسْنُ مَآَب
"Thuba bagi mereka dan
tempat kembali yang baik" (QS Ar-Ro'd Ayat 29)
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Rodhiyallahu
'Anhuma bahwa (thuba) maknanya adalah kegembiraan dan penyejuk mata. 'Ikrimah
mengatakan: "Kenikmatan bagi mereka". Adh-Dhohhak mengatakan:
"Kesenangan bagi mereka". Qotadah mengatakan: "Yang terbaik bagi
mereka", juga diriwayatkan bahwa dia mengatakan: "Mereka mendapatkan
kebaikan. Ibrohim mengatakan: "Kebaikan dan kemuliaan bagi mereka".
Ibnu 'Ajlan mengatakan: "Kebaikan yang terus-menerus". Disebutkan
juga maknanya adalah sebuah pohon yang ada di surga berdalil dengan sabda
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
طوبى شجرة
في الجنة
"Thuba adalah sebuah pohon
di surga" (HR Ahmad dari Abu Sa'id Al-Khudry, Syaikh Al-Albany di
Ash-Shohihah menyebutkan bahwa sanadnya
Shohih ligairih)
Seluruh pendapat ini mungkin pada
makna hadits ini, wallahu a'lam".
Keasingan mereka, bukan karena
mereka ingin nyentrik, ingin tampil beda, baik di sisi keyakinan ataupun
amalan-amalan lahiriyah. Namun keasingan itu muncul dikarenakan mereka ingin
mempertahankan agama sebagaimana yang disyari'atkan, sementara orang-orang di
sekitar mereka banyak yang lalai dalam menjalankan agama mereka. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
طوبى للغرباء
، قيل : ومن
الغرباء يا رسول الله
؟ قال : ناس
صالحون قليل في ناس
سوء كثير من يعصيهم
أكثر ممن يطيعهم
"Thuba bagi orang-orang yang
asing. Dikatakan kepada beliau: "Siapakah orang-orang yang asing itu,
wahai Rasulullah ?". Beliau menjawab: "Orang-orang sholih yang
sedikit di kalangan orang-orang jelek yang banyak. Orang-orang yang menentang
mereka lebih banyak dari yang taat (mengikuti dakwah) mereka". (HR Ibnu
'Asakir (12/ 8/ 1) dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-Ash Rodhiyallahu 'Anhu,
sebagaimana disebutkan Syaikh Al-Albany Rahimahullah dalam Ash-Shohihah 1619
dan sanadnya jayyid)
Maka bersyukurlah bahwa putra
Bapak dan putri Ibu, terasing karena mempertahankan agamanya, tidak hanyut dan
tenggelam bersama kelalaian manusia terhadap agama mereka.