-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Memasuki Bulan Yang Penuh Berkah Tanpa Masalah

HINDARI FITNAH DI KALANGAN MUSLIMIN !!
Inilah yang menjadi alasan kenapa pendapat ketiga ini termasuk yang dikuatkan, dan karena ini juga beberapa ulama yang menguatkan pendapat pertama mengarahkan kaum muslimin ke pendapat ketiga ini seperti Syaikh Al-Albany Rahimahulloh [Tamamul Minnah 398] demikian juga isyarat Syaikh Ibnu Baz Rahimahulloh [Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 115/94].
Telah lewat penjelasan di awal pembahasan bahwa munculnya perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini di latar-belakangi perbedaan pemahaman dalam memahami makna hadits, dan masing-masingnya memiliki alasan-alasan yang memperkuat pemahaman mereka.
Maka dalam perkara-perkara yang seperti ini tidak semestinya menjadi bahan pertikaian dan perdebatan sesama muslim, toh para imam-imam terdahulu juga berbeda pendapat dalam masalah ini tapi mereka tidak ribut. Masing-masing mengamalkan dan menjelaskan apa yang diyakininya dan bisa mendekatkan dirinya kepada Alloh, serta masing-masing berlapang dada dalam menerima pendapat saudaranya. Berbeda dengan penetapan Romadhon bersandar kepada perhitungan, maka hal ini adalah perkara yang melanggar ijma’ (kesepakatan ulama muslimin) sebagaimana dinukilkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh [Majmu’ul Fatawa 25/132-133] dan Al-Baji Rahimahulloh (dinukilkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar) [Fathul Bari 4/127], maka perkara seperti ini perlu dijelaskan tentang kebatilan pendapatnya.
Jangan juga pendapat sebagian ulama yang menganjurkan pendapat ketiga ini dijadikan dalil bahwa orang yang berpuasa dengan ru’yah negara lain -yang lebih dahulu-, merupakan tindak murni penyelisihan terhadap pemerintah –apalagi sampai dicap berpemikiran khawarij- karena mereka berbuat demikian dalam rangka ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya, sebagaimana tidak adanya kemestian antara meninggalkan syari’at dengan persatuan muslimin, demikian juga tidak ada kemestian antara menjalankan syari’at dengan perpecahan muslimin.
Hanya saja terkadang perpecahan muncul karena sikap serampangan walaupun dibangun di atas pendapat yang benar. Maka semestinya seorang muslim lebih cerdas melihat sebuah permasalahan dan memikirkan dampaknya. Terkadang penyelisihan terhadap kaum yang berbeda pendapat perlu dinampakkan dan terkadang tidak, sebagaimana pembahasan kita ini. Karena itu disarankan bagi kaum muslimin yang pendapatnya cenderung ke pendapat pertama dan ternyata berbeda dengan pemerintah untuk bersikap santai –terlebih lagi jika dikhawatirkan menimbulkan pertikaian- toh orang yang berpuasa (ketika orang lain tidak berpuasa) tidak bakal menimbulkan perbedaan yang mencolok secara lahiriyyah, apalagi sampai menimbulkan perpecahan karena orang yang berpuasa -apalagi Romadhon- tentunya lebih berupaya menjaga amalan dan perkataannya, menjauh dari perdebatan dan perkara yang tak berguna. Semoga Alloh memperkuat dan menyatukan kaum muslimin di atas agama-Nya.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

KITAB-KITAB YANG TERKAIT DENGAN PEMBAHASAN:
Majmu’ul Fatawa Syaikhul Islam Rahimahulloh
Ad-Daroril Mudhiyyah dan Nailul Author karya Imam Asy-Syaukany Rahimahulloh
Syarah Muskilil Atsar karya Imam Ath-Thohawy Rahimahulloh
Majmu’ul Fatawa Syaikh Ibnu Baz Rahimahulloh
Tamamul Minnah karya Syaikh Al-Albany Rahimahulloh
Fathul ‘Allam dan Ittihaful Anam karya Syaikhuna Muhammad bin ‘Ali bin Hizam Hafizhohulloh
Ikhtiyarotul Fiqhiyyah lil-Khoththoby Rahimahulloh karya Dr Sa’ad bin ‘Abdillah Al-Buraik Waffaqohulloh
Aro’ Syaikh Al-Albany Al-Fiqhiyyah fil ‘Ibadat karya Dr Asy-Syarif Musa’id Al-Hasany Waffaqohulloh



ditulis oleh:
Abu Ja’far Al-Harits bin Dasril Al-Minangkabawy Saddadahulloh
24 Sya’ban 1433–Darul Hadits Dammaj Yaman Harosahalloh

<<< Prev                                                         Halaman 6