Yang mendukung makna ini –wallohu a’lam-, diantaranya hadits Fathimah bin Qois Rodhiyallohu ‘Anha, ketika Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk pindah dari rumah Ummu Syarik yang sudah tua renta ke rumah Ibnu Ummi Maktum untuk menghabiskan masa ‘iddahnya, beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
تِلْكِ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِي، اعْتَدِّي عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ رَجُلٌ أَعْمَى تَضَعِينَ ثِيَابَكِ
“Dia
itu adalah perempuan yang sering dikunjungi oleh para shahabatku.
Habiskanlah masa ‘iddahmu di rumah Ibnu Ummi Maktum karena dia adalah
seorang lelaki yang buta sehingga engkau bisa meletakkan pakaianmu” (HR Muslim)
Al-Baji Rahimahulloh mengatakan:
“Tidak mengapa baginya melepas penutup rambutnya atau selain itu (dari
pakaian yang menutupi) dari apa-apa (anggota badan) yang tidak boleh
bagi laki-laki -selain mahram- untuk melihatnya”. [Al-Muntaqo Syarhul Muwaththo’ 4/104]
Imam An-Nawawy Rahimahulloh mengatakan: “Pada hadits ini, bahwasanya para shohabat Rodhiyallohu ‘Anhum sering berkunjung dan bolak-balik ke rumah Ummu Syarik karena kesholehannya. Maka NabiShollallohu ‘Alaihi wa Sallam melihat adanya kesusahan bagi Fathimah yang sedang dalam masa ‘iddah.
Dari sisi dia harus menjaga dirinya dari pandangan mereka (para
shohabat) serta menjaga pandangannya terhadap mereka. Juga dia harus
menjaga agar tidak terbuka sesuatu dari tubuhnya. Penjagaan ini
bersamaan seringnya mereka (para shohabat) masuk dan bolak balik, adalah
suatu beban berat yang nyata. Maka beliau menyuruhnya untuk
menyelesaikan ‘iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum karena dia tidak bisa melihatnya”. [Syarah Shohih Muslim 10/96] Makna semisal juga disebutkan oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied Rahimahulloh [Ihkamul Ahkam 2/191]
Imam An-Nawawy Rahimahulloh juga
mengatakan: “Beliau (Rosululloh) memerintahkannya untuk pindah ke rumah
Ibnu Ummi Maktum karena dia tidak bisa melihatnya (Fathimah), dan
orang-orang yang bolak-balik ke rumah Ummu Syarik tidak bolak balik ke
rumahnya. Akibatnya (jika dia di rumah Ummu Syarik) apabila dia
meletakkan pakaian (hijab)nya untuk buang hajat, mereka bisa
melihatnya”. [Sebagaimana dinukilkan di Mirqotul Mafatih 5/2176]
Syaikh ‘Abdul Muhsin ‘Al-‘Abbad Hafizhohulloh mengatakan:
“Maksudnya tidak perlu dan tidak harus berhijab dari lelaki yang buta
yang sempurna kebutaannya, tidak bisa melihat sesuatu pun. Adapun
perkara yang dilarang (disini) tidak ada, yaitu kondisi seorang lelaki
bisa melihat. Karena (keharusan) perempuan memakai hijab dari para
lelaki adalah agar mereka tidak bisa melihatnya”. [Syarah Sunan Abi Daud 5/461]
Makna Kedua: Melepas seluruh pakaian (telanjang) pada tempat yang ada celah untuk melihatnya.
Ini adalah makna yang disebutkan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh. Beliau berkata: “Yang menjadi maksud hadits ini adalah menanggalkan seluruh pakaiannya di tempat mandi pasar” [Ar-Roddul Mufhim 73]
Next >> Halaman 3