-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Mengenal Pendapat Ulama Seputar Santunan Bagi Pengajar Agama

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullohu Ta’ala: “Kesempurnaan waro’ adalah pengetahuan seseorang mana perkara yang terbaik dari dua perkara yang baik, serta mana perkara yang terjelek dari dua perkara yang jelek, dan mengetahui bahwa syari’at dibangun diatas pencapaian maslahat dan pengoptimalannya serta penolakan mafsadat dan peminimalannya. Kalau tidak, maka barangsiapa yang tak melakukan pertimbangan dalam suatu perbuatan dan (atau) dalam meninggalkan suatu perbuatan (terkait) maslahat dan mafsadat secara syari’ah, sungguh dia akan meninggalkan kewajiban serta melakukan keharaman, dan menganggap bahwa hal itu termasuk waro’”. [Majmu’ul Fatawa 10/511-512]
 
سبحنك وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy Waffaqohulloh
Darul Hadits Dammaj- Yaman
18 Romadhon 1434

[1] Sejauh ini kami belum mendapatkan sanadnya, Wallohu A’lam.
[2] Dengan banyaknya jumlah penuntut ilmu yang sudah menikah, dalam sebulannya ma’had bisa menyalurkan untuk mereka sekitar satu milyar atau mungkin lebih. Hal tersebut tanpa adanya badan usaha dan tidak ada satu proposal pun yang dikeluarkan apalagi mengemis, na’udzubillah. Santunan yang datang dari muhsinin dari dahulu dalam perkara ini bukanlah menjadi perkara yang perlu dirahasiakan.
[3] Yakni ibadah yang diridhoi, berupa keikhlasan niat dan kesesuaian dengan sunnah.
[4] Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma bahwa (thuba) maknanya adalah kegembiraan dan penyejuk mata. ‘Ikrimah mengatakan: “Kenikmatan bagi mereka”. Adh-Dhohhak mengatakan: “Kesenangan bagi mereka”. Qotadah mengatakan: “Yang terbaik bagi mereka”, juga diriwayatkan bahwa dia mengatakan: “Mereka mendapatkan kebaikan. Ibrohim mengatakan: “Kebaikan dan kemuliaan bagi mereka”. Ibnu ‘Ajlan mengatakan: “Kebaikan yang terus-menerus”. Disebutkan juga maknanya adalah sebuah pohon yang ada di surga. Dalil yang mendukung pendapat ini adalah sabda Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam:
طوبى شجرة في الجنة
Thuba adalah sebuah pohon di surga” (HR Ahmad dari Abu Sa’id Al-Khudry, Syaikh Al-Albany di Ash-Shohihah menyebutkan bahwa  sanadnya Shohih ligairih)
Seluruh pendapat ini mungkin pada makna hadits ini, wallohu a’lam”.
[5] Yakni sifat berusaha mencapai ‘iffah, yaitu kondisi jiwa yang bisa menahan perlawanan hawa nafsu. [Lihat Mufrodatul Qur’an karya Ar-Roghib]

<<Prev                                                      Halaman 14