KENAPA PENYIMPANAN UANG DI BANK DIGOLONGKAN QORDH?
Peletakan uang pada seseorang atau badan tertentu tak lepas dari tiga jenis transaksi dalam syari’at Islam.
1. Wadii’ah
Adalah
penitipan barang untuk dijaga. Orang yang diminta untuk menjaga tidak
boleh memanfaatkan barang tersebut apalagi mengalihkan kepemilikan.
Jika barang tersebut hilang, rusak, kebakaran, kecurian dsb, maka orang
yang dititipkan ganti rugi jika hal tersebut muncul karena kelalaiannya.
Adapun jika terjadi perkara-perkara tersebut bukan karena kelalaian
orang yang dititipi maka dia tidak bertanggung jawab untuk memberi ganti
rugi sama sekali. Misalkan dia telah meletakkan barang titipan di
tempat yang aman -menurut kebiasaan- kemudian terjadi salah satu dari
musibah tersebut, maka dia tidak bisa dituntut.
2. Ijaaroh
Adalah
sewa menyewa. Yaitu peletakan barang di tangan seseorang dengan
imbalan. Orang yang yang menyewa boleh memanfaatkan barang tersebut
namun tidak berhak menukar, memberikan kepada orang lain, menjual dsb
karena barang sewaan itu bukanlah miliknya. Apabila barang rusak atau
hilang, maka pihak penyewa tidak dibebani ganti rugi, kecuali jika hal
tersebut muncul karena kelalaiannya.
3. Qordh
Sedikit
banyaknya telah kita singgung sebelumnya. Pada transaksi ini, terjadi
perpindahan kepemilikan. Orang yang menerima barang berhak
memanfaatkan, merusakkan, ataupun mengalihkan kepemilikan kepada pihak
lain, yang penting dia harus mengembalikan kepada pemberi qordh barang dari jenis dan kondisi yang sama.
Nah, penyimpanan uang di bank tak mungkin dikatakan wadii’ah,
karena pihak bank memanfaatkan uang tersebut, terbukti nomor seri yang
dikembalikan tidak sama. Kemudian pihak bank harus mengganti rugi jika
terjadi kehilangan dalam keadaan apapun.
Penyimpanan uang di bank tidak bisa juga dikatakan sebagai ijaaroh (sewa)
karena syarat sewa menyewa, barang yang disewakan tetap tidak boleh
berganti, sementara uang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan
mengalihkan kepemilikan kepada pihak yang lain. Kemudian pihak bank
harus mengganti rugi jika terjadi kehilangan dalam keadaan apapun.
Jadi penyimpanan uang di bank transaksinya hanyalah qordh,
karena bank memiliki hak untuk membelanjakan uang tersebut, dan
mengembalikannya ketika diminta. Jika terjadi kehilangan atau kerusakan
dalam proses penyimpanan maka pihak bank bertanggung jawab sepenuhnya
dalam keadaan apapun.
SAMA-SAMA RIDHO KOK !!!
Sebagian
orang beralasan bahwa mereka melakukan transaksi riba: “Kedua pihak
suka sama suka, sementara hubungan interaksi sesama manusia dibangun di
atas keridhoan. Kalau kedua pihak saling ridho maka transaksinya sah”.
Memang
keridhoan kedua belah pihak menjadi faktor penentu sah tidaknya
transaksi baik jual-beli, utang-piutang, pemberian dll. Namun itu semua
itu hanyalah pada hal-hal yang diperbolehkan secara syari’at.
Bukankah transaksi heroin, kokain dan semisalnya didasari saling ridho antar penjual dan pembeli?
Bukankan penjualan perempuan ke club pelacuran didasari saling ridho antar penjual dan pembeli?
Padahal
untuk riba dan jual beli sendiri, Alloh telah membedakannya. Hanya
para pecandu riba yang mengatakannya sama. Alloh Ta’ala bersabda:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا
“Orang-orang
yang memakan riba tidak dapat berdiri dari kuburnya kelak melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat): “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba”. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”. (QS Al-Baqoroh 275)
MEMBAYAR HUTANG DENGAN MEMBERI KELEBIHAN
Terkadang
kita memberikan pinjaman kepada seseorang, ketika dia melunasinya dia
memberikan dengan nilai atau jumlah yang lebih dari yang dipinjamkan,
apakah ini riba?
Jika tambahan itu disyaratkan atau dijanjikan sebelumnya, maka insyaalloh kita telah paham tentang hukumnya berdasar penjelasan terdahulu.
Adapun
jika tidak ada pensyaratan atau pemberian janji sebelumnya? Inilah
letak kekeliruan sebagian orang, diantara mereka ada yang memahami
tambahan ini tergolong ke dalam riba. Padahal dalam sebuah hadits, Abu
Rofi’ Rodhiyallohu ‘Anhu mengatakan: “Sesungguhnya Rosululloh meminjam (qordh)bakr (anak
onta yang masih kecil) dari seseorang. Kemudian datang unta-unta
sedekah kepada Rosululloh, maka beliau memerintahkan Abu Rofi’ untuk
mengganti bakr milik lelaki itu. Abu Rofi’ berkata: “Aku tidak mendapatkan (diantara unta-unta sedekah) kecuali unta pilihan ruba’iy (yang telah berumur enam tahun masuk tujuh)”. Maka beluiau berkata:
أعطه إياه، إن خيار الناس أحسنهم قضاء
“Berikanlah itu kepadanya. Sesungguhnya manusia pilihan adalah yang paling baik diantara mereka dalam memberikan ganti” (HR Muslim)
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy Saddadahulloh
14 Jumadil Awwal 1434