-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Islam Dan Hukum Karma

Semakin sempurna “kehidupan” hati dan semakin mengetahui Islam –yaitu hakikat Islam, bukan maksudku semata-mata label secara lahir atau sekedar keyakinan ikut-ikutan di batin-, maka akan semakin sempurna perasaannya untuk berpisah dengan Yahudi dan Nashoro[18] secara lahir maupun batin, dan semakin kuat jauhnya dari akhlak-akhlak mereka (agama lain) yang ada pada sebagian kaum muslimin.
 
Diantaranya: Bergabungnya mereka dalam perkara lahiriyyah menghasilkan adanya pencampur-bauran sehingga hilang perbedaan secara lahir antara orang-orang yang diberi petunjuk dan diridhoi dengan orang-orang yang dimurkai dan sesat. Juga yang lainnya dari sebab-sebab hukum (penyelisihan orang kafir tersebut). Hal ini kalau penyerupaan yang terjadi pada perkara-perkara yang dibolehkan (jika terlepas dari sikap penyerupaan). Adapun jika perkara yang diserupai adalah perkara yang menyebabkan kekafiran mereka maka (orang yang meniru) memiliki unsur dari unsur-unsur kekafiran. Maka mencocoki mereka dalam perkara tersebut adalah kecocokan pada maksiat dari maksiat-maksiat yang mereka lakukan. Prinsip ini semestinya dipahami”. [Iqtidho’ Sirothil Mustaqim 1/91-94]
Pembahasan kita ini satu dari sekian contoh perkara yang sudah melekat di kebanyakan kaum muslimin bahkan diantaranya sudah menjadi adat bagi mereka turun-temurun. Wajib bagi kaum muslimin untuk mempelajari agamanya, kadar yang dengannya dia bisa mengibadahi Alloh dengan benar, kadar yang dengannya dia bisa menjaga diri dan keluarganya dari pemikiran-pemikiran yang merusak masa-depannya kelak pada hari yang telah dijanjikan.
 
سبحنك وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

SUMBER BACAAN TERKAIT DENGAN PEMBAHASAN:
Iqtidho’ Sirothil Mustaqim li Mukholafati Ashabil Jahim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullohu Ta’ala
Al-Budziyyah Taarikhuha wa ‘Aqo’iduha wa ‘Alaqotus Shufiyyah Biha[19] karya DR. ‘Abdulloh Musthofa Numisack Waffaqohulloh
Ad-Dirosat fil Yahudiyyah wal Mashihiyyah wa Adyanil Hind karya DR Muhammad Dhiya’ur Rohman Al-A’zhomiy Waffaqohulloh

[1] Al-Mabadi’ul Haammah fil Budziyah 375-376, Ushulul Budziyah 190
[2] Mano Samarty 679
[3] Dengan nama lain Barmatma atau Permeshwar. Mereka meyakini bahwa tuhan besar tersebut terkumpul dari tiga asal dengan tiga sifat: sifat pencipta (dari sisi ini mereka namakan tuhan mereka dengan nama Brahman), sifat penjaga (mereka namakan juga Wisnu) dari sisi sifat pemusnah (mereka namakan juga Siwa) (Al-Falsafah Hindiyyah 89).
[4] Al-Hayah Ba’dal Maut 85. Hakikat Moksha adalah lepasnya keterikatan ruh dengan materi (jasad). karena itulah mereka melakukan pembakaran mayat dengan tujuan agar ruh bisa terbebas dari materi jasan dan naik ke alam yang tinggi.
[5] Panya Nandha Bikohu –salah seorang Rahib Besar Budha pada pertemuan ikatan Budha Sedunia di Kuala Lumpur (10 April 1978) mengatakan: “Keberadaan Alloh atau tidaknya bukan perkara penting bagi kami, karena hal tersebut tidak terkait dengan kebebasan yang kami serukan”. (An-Nazhor minad Dakhil 12, 13, 20-23)
[6] Perkataan Bodhi Nandha (Lubbul Budziyyah 21)
[7] Falsafatul Hindiyyah 221
[8] Hukum Karma 42-49
[9] Tri Pitaka sebagaimana di Suttan Pitaka 460
[10] Radha Kirsyanan mengatakan: “Sesungguhnya Buddha menolak menjelaskan makna nirwana. Atas dasar ini maka tidak ada faidah untuk berusaha memahaminya. Bahkan bisa saja sifat manusia tidak bisa menjelaskan apa itu nirwana” Adyanul Hindi Al-Qubro 161
[11] Satyaritha Prakash bab 8
[12] Manu Ismity bab 1 51-52
[13] www.parisada.org/index.php.?itemid=29&id=266&option=com_contents&task=view
[14] Sebagaimana di Anguttara Nikaya. http://ratnakumara.wordpress.com/kiamat-sudah-dekat-kah/
[15] http://www.buddhitsonline.com/tanya/td214.shtml
[16] Selain perbuatan syirk karena Alloh telah menetapkan bahwa Dia tidak akan mengampuni mereka
[17] Seperti adat, kebiasaan, perkataan-perkataan, pakaian, cara interaksi dll. Termasuk disini ungkapan tau istilah-istilah yang bisa dipakai dalam keyakinan mereka.
[18] Demikian juga dengan yang lain
[19] Mayoritas sumber tentang Buddha dan Hindu dalam artikel ini, dinukil dari kitab ini.

ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy –saddadahulloh-
Ahad 29 Syawwal 1433H
Darul Hadist Dammaj -harosahallohu-

<< Prev                                                 Halaman 7