Inilah wasiat para Imam ilmu, sunnah, dan yang mengikuti jalan
Rosululloh yang jelas, dalam pembelajaran, pemahaman, murni demi Alloh,
Rosul-Nya serta agama-Nya, jauh dari pemikiran-pemikiran, sekedar
prasangka-prasangka baik, dan kebodohan-kebodohan yang didengar dari
sebagian orang yang berteriak dengan taqlid. Kita melihat bahwasanya
jatuh dalam masalah tersebut, dari waktu ke waktu bersikap
kekanak-kanakan dalam masalah hukum syari’ah. Pada manhaj baru yang
rendahan ini –yang hakikatnya adalah penentangan terhadap kebenaran dan
petunjuk, dengan semata pemikiran dan hawa nafsu, tidak ada riwayat dan
tidak ada latar belakang- yang ada hanyalah kebodohan-kebodohan dan hawa
nafsu yang dinampakkan dengan penampilan yang bagus padalah hakikatnya
keji lagi jelek. Terkadang mereka mengatakan: “Syaikh fulan lebih tahu,
punya pemahaman dan pandangan” atau “Syaikh itu lebih paham dan berilmu”
dan sebagainya dari ibarat-ibarat yang dengannya pelakunya mencoba
menandingi al-haq dan kebenaran.
Karena itulah Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu mengatakan kepada yang menyelisihinya dalam masalah haji tamattu’ dengan pendapat Abu Bakr dan ‘Umar bahwa keduanya tidak berpendapat dengan haji tamattu’ namun berpendapat dengan keutamaan haji ifrod, beliau berkata: “Aku melihat kalian akan binasa. Aku katakan kepada kalian: “Rosululloh berkata, sementara kalian mengatakan Abu Bakr dan Umar berkata!?”.
Apakah Ibnu ‘Abbas bodoh dari kebodohan-kebodohan yang diketahui oleh pengikut manhaj taqlid tersebut? Dimana ilmu Ibnu ‘Abbas, pandangan, pengetahuan dan pemahamannya dibandingkan Abu Bakr dan ‘Umar Rodhiyallohu ‘Anhuma?.
Para ulama telah silih berganti menghitung kisah sebagai sebuah keutamaan bagi Ibnu ‘Abbas bukan sebagai sebuah kekurangan. Sementara hal itu dalam manhaj orang-orang yang kekanak-kanakan tersebut merupakan kekurangan dan perbuatan tercela yang mereka sebut dengan; “Kurang adab terhadap ulama”, “Mengabaikan ulama”, “Dia tidak melihat ulama sebagai rujukan”, atau slogan bodoh yang lain. Ibnu ‘Abbas mengetahui kedudukan Abu Bakr dan Umar berupa keutamaan, pengetahuan dan pandangan, namun semua itu tak setara dengan haq dan kebenaran jika pemilik berbagai keutamaan tersebut menyelisihi kebenaran.
Al-‘Allamah Sulaiman Alusy Syaikh di “Taisirul ‘Azizil Hamid” (hal 544) mengomentari atsar Ibnu ‘Abbas yang pada Kitabut Tauhid dengan lafazh: “Hampir-hampir ditimpakan batu dari langit kepada kalian …”, beliau berkata: “Orang yang mendebat (Ibnu ‘Abbas) berdalil dengan larangan Abu Bakr dan ‘Umar, yaitu; “Mereka berdua lebih berilmu darimu dan lebih berhak untuk diikuti pendapatnya”. Maka Ibnu ‘Abbas mengatakan perkataan tersebut (diatas) yang muncul dari kemurnian iman dan semata-mata mengikuti Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, siapapun yang menyelisihinya dan bagaimanapun caranya”. Selesai
MEMASRAHKAN PENGETAHUAN KEBENARAN KEPADA ULAMA TERTENTU MERUPAKAN KESYIRIKAN DALAM RUBUBIYYAH
Al-‘Allamah Asy-Syinqithy di “Adhwa’ul Bayan” (5/440) mengatakan: “Setiap yang mengikuti pembuat hukum -dalam penghalalan ataupun pengharaman- yang menyelisihi syari’at Alloh, maka orang itu telah mengibadahi si pembuat hukum, menjadikannya sebagai tuhan, menyekutukan dengan-Nya, kafir kepada Alloh”. Selesai
Halaman 13