-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

3. Keahlian dalam perkara hukum-hukum syar’i dan pengetahuan tentang sebab-sebab jarh sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah jarh dan tadil.

Karena tidak semua orang yang waro dan bertaqwa boleh untuk berbicara tentang rawi-rawi baik jarh maupun ta'dil. Bahkan wajib disamping kuatnya kadar keagamaan, waro' dan ketaqwaannya, harus disertai sikap waspada, mengecek kebenaran berita, tidak mencampurkan antara hukum-hukum dan tidak menyama-ratakan perkara-perkara.

Imam Al-Dzahabiy Rahimahullah mengatakan: 

وينبغي على المتصدي للنقد أن يكون أثيثا ثبيتا

”Orang yang maju untuk mengkritik harus kuat (memiliki keahlian)". [Miizanul I’tidal 8/4]

 Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: 

ليس كل جَرْح جارحٍ يُقْبَل, وينبغيأن لا يُقْبل الجرح والتعديل إلا من عدلٍ مُتَيَقِّظٍ؛ فلا يُقْبل جرحُ مَن أَفْرَطَ فيه

”Tidak semua jarhnya orang yang mengeluarkan jarh diterima. Semestinya tidak diterima jarh dan ta’dil kecuali dari orang yang adil, waspada, dan tidak diterima dari orang-orang berlebihan". [Nuzhatun Nadhor 177]

 Al-Qori Al-Harawiy Rahimahullah menjelaskan perkataan Ibnu Hajar di atas: 

أي من مستحضر ذي يقظة تحمله على التحري

”Yaitu dari orang yang cepat menghadirkan dalil dan memiliki kewaspadaan yang membawanya untuk berhati-hati". [Syarh Nukhbatul Fikar 734]

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa seorang ‘alim jarh wa ta’dil tidak bisa teranggap sekiranya muncul dari klaim apalagi “dilantik” para pengikutnya yang tidak memiliki dasar-dasar keilmuan yang kokoh, jangankan kemapanan dalam menta’dil. 

Sudah menjadi fakta pada sebahagian orang  yang tidak mencium bidang ilmu ini dari dekat ataupun jauh, mereka menta’dil yang berhak dijarh dan menjarh yang berhak dita’dil. 

Sebagai contohnya ketika sebahagian mereka mempertanyakan kelayakan Syaikhuna Yahya sebagai ‘alim jarh wa ta’dil.

Jawabannya bisa dilihat dari pujian gurunya yang merupakan salah seorang Imam Jarh wa Ta'dil,  Al-Muhaddits Muqbil bin Hady Al-Wadi'iy –Rohimahulloh-. Dimana disela-sela pujian beliau menunjukkan bahwa kriteria tersebut terpenuhi pada sosok Yahya Al-Hajury, yang menunjukkan bahwa keahlian tersebut bukanlah klaim semata:

Di pembukaan kitab Ahkamul Jum'ah wa Bida'uha: “Adapun setelah itu, saya telah melihat buku "Al Jum'ah" karya Syaikh Yahya bin 'Ali Al Hajury, maka saya mendapatinya sebagai sebuah karya besar didalamnya terdapat berbagai faidah yang diperoleh dengan susah payah, bersamaan penghukuman beliau terhadap hadits-hadits sebagaimana mestinya, serta (pembahasan) topik sampai ke akar-akarnya. Buku ini adalah buku yang luas dan memenuhi di dalam topik tersebut. Bagaimana tidak, Syaikh Yahya hafizhohulloh berada dipuncak ketelitian, ketaqwaan, zuhud, waro', takut kepada Alloh, berkata benar dan tidak takut celaan para pencela”.  


Next                                                                                               Halaman 3