Alloh
hanya memberi kehususan kepada para nabi dan rosul-Nya dengan penjagaan
dari penyimpangan, kesesatan, kesalahan, dan ketergelinciran dalam
syari’at. Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy di Al-Itba’ (80-81) mengatakan:
“Tidak seorangpun dari mereka –yaitu para imam kaum muslimin- kecuali
terlewat baginya pengetahuan tentang sebagian dalil, atau tersembunyi
baginya sisi yang benar dalam pendalilan, atau dia tidak mengingat dalil
ketika berfatwa dengan sesuatu yang menyelisihi dalil tersebut . Karena
tiap-tiap mereka adalah manusia, lupa sebagaimana manusia yang lain
lupa. Oleh sebab inilah terdapat kesalahan dalam berijtihad”. Selesai
Abu
Syamah Al-Maqdisy mengatakan dalam Mukhtashorul Mua’ammal (141)
mengatakan: “Semestinya bagi seorang penuntut ilmu, terus menerus
mencari tambahan ilmu pada apa-apa yang tidak diketahuinya dari
siapapun. Hikmah, adalah barang yang tercecer milik seorang mukmin,
dimana ketika dia menemukannya maka dia mengambilnya. Wajib baginya
untuk bersikap objektif, meninggalkan taqlid, mengikuti dalil. Setiap
orang bisa salah dan benar kecuali yang dinyatakan oleh syari’at bahwa
dia terjaga (dari kesalahan syari’at) yaitu Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam”. Selesai
Beliau juga mengatakan: “… kemudian sesungguhnya Asy-Syafi’i telah menjaga dirinya, dia mengetahui bahwa manusia tidak lepas dari lupa, lalai, dan kurang berhati-hati. Telah sah dari beliau pada beberapa riwayat bahwa beliau menyuruh -jika didapatkan pendapat beliau yang menyelisihi hadits yang sah yang bisa berdalil dengannya- untuk meninggalkan pendapat beliau dan berpegang dengan hadits”. Selesai
Karena itulah Ibnu Rojab di “Al-Farqu bainan Nashihah wat Ta’yir” -sebagaimana kumpulan risalah beliau- (2/404) mengatakan: “Para ulama agama ini sepakat untuk menampakkan haq yang dengannya Alloh mengutus Rosul-Nya Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dan mereka sepakat bahwasanya agama ini sepenuhnya milik Alloh, dan bahwa agama Alloh adalah yang tertinggi. Mereka semuanya mengakui bahwa menguasai seluruh ilmu tanpa ada kekeliruan sedikitpun, bukanlah merupakan kedudukan yang bisa dicapai salah seorang diantara mereka, dan tak seorangpun dari mereka dari kalangan terdahulu maupun belakangan yang mengklaim bahwa dirinya mampu untuk itu”. Selesai
Kesimpulan dari apa-apa yang telah disebutkan, bahwasanya peliputan segenap hukum-hukum syari’ah baik dari sisi maupun amal, serta terjaganya dari kesalahan dan ketergelinciran, lupa, penyimpangan dan kesesatan, adalah perkara yang Alloh khususkan bagi Nabi-Nya Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam serta segenap para nabi dan rasul. Karena itulah mengikuti Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam merupakan sebuah keharusan secara mutlak, baik dalam perkataan beliau, perbuatan, dan penetapan, karena hal-hal itu adalah haq dan wahyu, sebagaimana telah diisyarakan pada penjelasan terdahulu. Hal ini tidak dimiliki seorang makhluk pun selain beliau.
Halaman 8