-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

ZAKAT FITHRI

APAKAH ORANG MISKIN JUGA WAJIB MEMBAYAR ZAKAT FITHRI?
Berdasarkan hadits-hadits di atas dan penjelasan yang telah disebutkan, maka zakat ini tidak ada hubungannya dengan kaya atau miskinnya seseorang. Keumuman hadits menuntut setiap jiwa terkena kewajiban untuk mengeluarkannya.
Akan tetapi dalam agama yang hanif tidak ada pembebanan syari’at di luar kemampuan hamba. Karena itu para ulama sepakat bahwa seseorang yang tidak memiliki apa-apa, tidak ada kewajiban baginya untuk mengeluarkan zakat fithri, sebagaimana dinukilkan Imam Ibnul Mundzir Rahimahulloh [Lihat Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 6/113]
Para ulama juga memasukkan ke hukum tersebut, orang-orang yang tidak memiliki kelebihan dari makanan pokok pada malam dan siang ‘ied untuk diri dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. [Lihat Fathul ‘Allam 495 dan Ahkamu Zakatil Fithri 80]. Karena orang yang kelaparan di hari ‘ied akibat membayar zakat kondisinya seperti orang yang tidak memiliki apa-apa.

JENIS APA YANG DIKELUARKAN DENGAN ZAKAT FITHRI?
Terdapat hadits kunci dalam masalah ini:

كُنَّا نُخْرِجُ إِذْ كَانَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ، عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ، وَكَبِيرٍ، حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ، صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

“Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri –ketika itu Rosululloh Shollallou ‘Alaihi wa Sallam diantara kami- dari setiap anak kecil dan orang besar, merdeka ataupun budak, satu sho’ makanan, atau satu sho’ susu yang dikeringkan, atau satu sho’ sya’ir atau satu sho’ korma kering, atau satu sho’ kismis” (HR Bukhory-Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu)
Pada hadits tersebut Abu Sa’id menyebutkan kata makanan secara umum, kemudian beliau menyebut perincian sebagai contoh yang mereka keluarkan, sehingga tidak ada pembatasan pada jenis tertentu. Hukum asal yang pengeluaran shodaqoh wajib adalah pada apa-apa yang biasa dikonsumsi oleh pemberi shodaqoh. Hal ini sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam masalah kaffaroh:
مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُم

“Dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu” (QS Al-Ma’idah 89)
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa zakat fithri termasuk ke dalam jenis ini karena keterkaitan pengeluarannya dengan amalan badan. Karena itulah Rosululloh tidak memberatkan shohabat untuk mengeluarkan zakat fithri dengan sesuatu yang tidak biasa mereka konsumsi di negeri tersebut. [Lihat Majmu’ul Fatawa 25/69] Dan ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Karena itulah zakat fithri boleh dikeluarkan dari jenis makanan pokok suatu negeri, wallohu a’lam.

BOLEHKAH DIGANTI DENGAN UANG?
Di zaman Rosululloh dan para shohabat mereka juga memiliki mata uang yaitu dinar (dari emas) dan dirham (dari perak), akan tetapi mereka tidak mengeluarkannya dengan kedua mata uang tersebut dalam berbagai keadaan. Hal ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidaklah disyari’atkan.
Oleh sebab itulah para ulama menegaskan tidak sahnya penunaian zakat fithri dengan uang. Mulai dari Imam Ahmad (Al-Mughny 4/43), Asy-Syafi’i (Al-Umm 2/72), Al-Khoththoby (Ma’alimus Sunan 2/44), Ibnu Hazm (Al-Muhalla 6/91), Al-Baihaqy (Sunan Kubro 4/189), An-Nawawy (Syarh Shohih Muslim 7/63), Malik dan Ibnul Mundzir (Al-Majmu’ 7/245) serta para ulama terdahulu yang lain, juga yang belakangan seperti Ibnu Baz (Majmu’ul Fatawa Ibnu Baz 14/208-211), Al-‘Utsaimin  (Majalis Syahri Romadhon 327), Al-Wadi’iy (Ijabatus Sa’il 125) Rahimahumullohu Ajma’in [Lihat  Al-Ghonimah 46-54]

Next >>                                                          Halaman 2