-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

ZAKAT FITHRI

Al-‘Allamah Sholih bin Fauzan Hafizhohulloh mengatakan: “Tidak boleh berpaling dari apa yang diwajibkan oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, serta mengatakan bolehnya zakat fithri dengan nilainya karena ini adalah penyelisihan terhadap dalil-dalil. Lagi pula shodaqoh fitri termasuk shodaqoh yang ditampakkan, ditimbang dan dikeluarkan di depan orang, dan juga merupakan syi’ar dari syi’ar Islam. Seandainya yang dikeluarkan adalah uang maka sedekahnya tidak tampak, bahkan shodaqoh yang tersembunyi (karena tidak ada kesibukan-kesibukan yang muncul dari model ini, juga shodaqoh uang tak ada bedanya dengan shodaqoh biasa –pen), dengannya tidak tampak danya syi’ar –sampai perkataan beliau-

Maka berpaling kepada uang meluputkan hukum-hukum ini, bersamaan dengan itu semua, ini adalah ijtihad yang menyelisihi dalil. Sebagaimana dimaklumi apabila ijtihad menyelisihi dalil maka jangan menyimpang kepadanya” [Tashilul Ilmam 3/145-14]
Syaikhuna Yahya bin Al-Hajury Hafizhohulloh mengatakan: “Dirham-dirham pada zakat fithri tidak sah. Orang-orang tersbut telah membuat-buat perkara yang tidak merupakan bagian dari agama ini dan bukan perkara yang disyari’atkan oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Dirham dulu ada di zaman mereka dan mereka sangat butuh dengannya untuk memberi pakaian dan perkara-perkara yang mereka butuhkan. Bersamaan dengan itu mereka tidak pernah menunaikan zakat fithri dengan mata uang baik dari emas ataupun perak”. [Ittihaful Kirom 63]

BAHKAN KALAU PEMERINTAH MEWAJIBKANNYA DENGAN UANG? (Atau dengan sistem potong gaji)
Syaikh Al-‘Utsaimin Rahimahulloh ditanya dengan pertanyaan seperti ini maka beliau menjawab: “Yang jelas bagiku, apabila seseorang dipaksa untuk mengeluarkan zakat fithri dengan dirham, maka dia mentaati mereka dan jangan memperlihatkan pembangkangan terhadap pemerintah. Adapun urusan antara dia dengan Alloh, maka dia keluarkan apa yang diperintahkan oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berupa satu sho’ makanan. Karena pengharusan mereka (pemerintah) kepada masyarakat untuk mengeluarkan dirham (uang) adalah pengharusan dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Alloh dan rosul-Nya” [Majmu’ Fatawa Syaikh Al-‘Utsaimin 18/281]

SATU SHO’ SETARA DENGAN BERAPA?
Sebagaimana disebutkan bahwa banyak zakat yang diwajibkan adalah satu sho’[3], sementara Sho’ sendiri terdiri dari empat mudd. Keduanya merupakan takaran penduduk Madinah -yang turun temurun dari zaman nabi-[4]. Mudd sendiri pada asalnya adalah takaran dengan ukuran genggaman dua tangan orang dewasa yang berukuran sedang. Keduanya (Sho’ dan Mudd Nabawy) telah disebutkan oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, ketika beliau mendo’akan keberkahan pada makanan[5] penduduk Madinah:

أَنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لَهَا، وَحَرَّمْتُ المَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، وَدَعَوْتُ لَهَا فِي مُدِّهَا وَصَاعِهَا مِثْلَ مَا دَعَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ لِمَكَّة

“Sesungguhnya Ibrohim mengharamkan[6] Makkah dan berdo’a baginya. Sementara aku mengharamkan Madinah sebagaimana Ibrohim mengharamkan Makkah. Serta aku mendo’akannya (Madinah) pada mudd dan sho’nya, sebagaimana Ibrohim mendo’akan Makkah” (Muttafaqun ‘Alaih dari ‘Abdulloh bin Zaid Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sering terjadi perbedaan dalam menentukan kadarnya, diantara penyebabnya adalah penghitungannya dengan satuan berat. Perlu diketahui bahwa sho’ dan mudd adalah satuan ukuran volume (seperti gantang dsb), bukan satuan berat. Jadi penyetaraannya ke dalam bentuk liter lebih tepat dari pada penyetaraannya ke satuan kilogram. Satu sho’ air dengan satu sho’ madu tidak sama beratnya, karena perbedaan massa jenisnya.

Next >>                                                      Halaman 3