-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SURAT TERBUKA UNTUK PARA ORANG TUA (BAGIAN 1)

Hindun Ummu Mu'awiyah datang mengadu kepada Rasulullah dan mengatakan bahwa suaminya (Abu Sufyan) adalah seorang selaki yang pelit, tidak memberi nafkah yang cukup. Maka apakah boleh baginya untuk mengambil hartanya dan izin dan tanpa diketahuinya ?. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab:

خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِى بَنِيكِ

"Ambillah dari hartanya sepatutnya, apa-apa yang mencukupimu dan anak-anakmu" (HR Bukhory-Muslim dari 'Aisyah Rodhiyallahu 'Anha)

Imam Ibnul Qoyyim  Rahimahullah mengatakan: "Pada hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa nafkah anak adalah tanggung jawab bapak yang tersendiri, ibu tidak ikut dalam tanggung jawab nafkah. Dan perkara ini adalah ijma' (kesepakatan ulama)"

Jika seorang bapak mengharapkan pahala dalam menafkahi keluarganya, sesungguhnya dia telah mengerjakan amalan yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَدِينَارٌ فِي الْمَسَاكِينِ وَدِينَارٌ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ فِي أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الدِّينَارُ الَّذِي تُنْفِقُهُ عَلَى أَهْلِكَ

"Dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah. Dinar yang engkau nafkahkan untuk membebaskan budak. Dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu" (HR Muslim dari Abu Hurairoh Rodhiyallahu 'Anhu)

Disamping kewajiban orang tua terhadap anaknya dalam nafkah jasmani, orang tua pun berkewajiban untuk memberikan nafkah rohani bagi anak-anaknya. Orang tua haruslah membimbing anaknya dalam mengenal agamanya dan mengontrol sang anak dalam amalan-amalannya. Kalau si orang tua memiliki kendala, mungkin karena kurangnya ilmu, mudah-mudahan bisa ditutupi dengan mencari pengajar yang baik bagi anaknya, pengajar yang berada di atas pemahaman yang benar, pemahaman salaf agar anaknya tidak menyimpang. Allah Ta'ala berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri dan keluarga kalian dari api neraka”  (QS At-Tahrim Ayat 6)

Syaikh Nashir As-Sa’dy Rahimahullah dalam tafsirnya terhadap ayat ini mengatakan: “Anak-anak adalah barang wasiat di sisi kedua orang tua mereka. Maka apakah mereka akan menjalankan apa yang diwasiatkan kepada mereka, ataukah mereka akan menyia-nyiakannya sehingga mereka berhak mendapatkan ancaman dan azab”.
Kelalaian dalam menunaikan tanggung jawab tersebut bukan perkara yang sepele. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصحه إلا لم يجد رائحة الجنة

"Tidak seorangpun dari seorang hamba yang Allah minta untuk menjaga yang menjadi tanggung jawabnya namun dia tidak menjaganya dengan nasehatnya, kecuali (balasannya) dia tidak mendapatkan bau surga". (HR Bukhory-Muslim dari Ma'qil bin Yasar Radhiyallahu 'Anhu, lafazh hadits ini di Bukhory)

Maka jadilah orang tua yang baik bagi anak-anaknya baik dalam dunianya, terlebih dalam akhiratnya. Rasulullah bersabda:

خيركم خيركم لأهله

"Sebaik-baik kalian adalah sebaik-baik seseorang bagi keluarganya" (HR Tirmidzi dari 'Aisyah, dishohihkan Syaikh Al-Albany)
Al-Munawy Rahimahullah mengatakan: “Yaitu bagi istri-istri, anak-anak dan kerabatnya”. [Faidhul Qodir 3/466]

Next >>                                                            Halaman 3