PEMBAHASAN KESEMBILAN:
LARANGAN MEMIKUL DAMPAK YANG MEMBAHAYAKAN DIRI DEMI SEKEDAR HIASAN
HUKUM MAKE UP DAN PEWARNAAN KULIT
Make up tentunya sudah menjadi barang yang tidak asing di kalangan wanita, karena tersebar keberadaannya dan mudah dijangkau. Adapun terkait dengan tinjauan syar’i maka kita perlu melihat penjelasan ulama seputarnya.
HIASAN KULIT DENGAN PEWARNAAN
Sebelum masuk ke pembahasan make up, kita lihat singgung sedikit permasalahan terkait hiasan dengan pewarnaan kulit. Ada dua jenis perkara yang dahulu dikenal di kalangan shohabiyyat (para shohabat yang wanita) dan sampai sekarang dipakai sebagian wanita terlebih wanita-wanita arab.
1. Celak
Dalam hadits panjang tentang haji Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dari riwayat Jabir Rodhiyallohu ‘Anhu beliau berkata: “’Ali datang dari Yaman membawa unta (untuk Hadyi) milik Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dia mendapatkan Fathimah Rodhiyallohu ‘Anha termasuk orang-orang yang telah selesai dari ihramnya. Dia memakai pakaian yang dicelup dan memakai celak. Maka ‘Ali mengingkari hal tersebut. Fathimah berkata: “Sesungguhnya ayahku yang menyuruhku begini”.
Jabir berkata: “Dahulu ketika di Irak, ‘Ali bercerita: “Maka aku pergi mendatangi Rosululloh dengan sesuatu yang bisa membuat Rosululloh menegur Fathimah atas perbuatannya, sekaligus meminta fatwa kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam atas perkara yang aku ceritakan kepada beliau. Aku mengabarkan bahwa aku telah mengingkari hal tersebut, maka Rosululloh mengatakan: “Dia (Fathimah) benar, dia benar”. (HR Muslim)
Al-Lajnatud Daa-imah (Syaikh Ibnu Bazz, Syaikh ‘Abdurrozzaq ‘Afify dan Syaikh ‘Abdulloh Ghudayyan) ditanya: Banyak wanita di Mesir meletakkan celak di matanya. Aku katakan kepada mereka: “Sesungguhnya celak jika dipasang untuk hiasan maka hukumnya haram”. Mereka berkata kepadaku: “Sesungguhnya hal tersebut adalah sunnah”. Apakah ini benar?
Jawab: Penggunaan celak disyari’atkan. Akan tertapi tidak boleh bagi seorang wanita menampakkan perhiasannya baik celak atau yang lain kepada selain suami dan mahramnya, berdasarkan firman Alloh Ta’ala:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ
“dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka …”. (QS An-Nuur 31)
Wabillahit Taufiiq. Wa Shollallohu ‘Ala Nabiyyina wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. [Fatawa Al-Lajnatud Daa-imah no 10823 pertanyaan kedua, Gel. 1 jilid 17/ 128]
Halaman 13
Next >>