-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SIRWAL DAN BEBERAPA HUKUM YANG TERKAIT DENGANNYA

B. Apakah orang yang sholat tanpa alas kaki dikatakan tasyabbuh dengan Ahlul kitab?.
Imam Ath-Thobrony membawakan sebuah riwayat di Al-Mu’jamul Kabir (no 7164) bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صَلُّوا فِي نِعَالِكُمْ، وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ

Sholatlah dengan sendal-sendal kalian dan jangan tasyabbuh dengan Yahudi”.
Perintah untuk sholat dengan sendal telah banyak dalil-dalilnya. Yang kita bicarakan sekarang adalah tambahan: “dan jangan tasyabbuh dengan Yahudi” pada hadits ini, karena bisa dijadikan sebagai dalil bahwa sholat memakai sendal adalah tasyabbuh dengan hukum langsung dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.

Hadits tersebut diriwayatkan Imam Ath-Thobrony dari gurunya: Bakr bin Sahl Ad-Dimyathy, dia berkata: “’Abdulloh bin Yusuf berkata kepada kami bahwa: “Abu Mu’awiyyah berkata kepada kami, dari Hilal bin Maimun dari Ya’la bin Syaddad dari bapaknya (Syaddad bin Aus) dan yang lainnya dari kalangan shohabat, dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.

Guru Ad-Dimyathy adalah Abu Muhammad ‘Abdulloh bin Yusuf At-Tunisy (meninggal tahun 218 H). Adapun Abu Mu’awiyyah yang merupakan murid Hilal bin Maimun adalah Muhammad bin Khozim yang dikenal dengan Adh-Dhoriir Al-Khufy (213-295 H). Dari tanggal, jelas bahwa ‘Abdulloh bin Yusuf meninggal ketika Abu Mu’awiyah berumur lima tahun. Artinya jika mereka bertemu maka ‘Abdulloh bin Yusuf mengambil hadits dari balita, dan ini tidak sah.
Sementara Abu Mu’awiyah lain –jika ada- yang menjadi perantara antara ‘Abdulloh bin Yusuf dan Hilal bin Maimun, sejauh ini tidak penulis dapatkan biografinya. Andaipun ada dan dia adalah orang yang tsiqoh, maka lafazh tambahan dalam hadits ini tetap dho’if karena guru Imam Ath-Thobrony: Bakr Ad-Dimyathy, dho’if.

Adapun pada kaum muslimin (terdahulu), maka terdapat dalil-dalil yang menunjukkan bahwa mereka melakukan sholat dengan sendal (dan ini yang paling sering), khuff ataupun tanpa mengenakan alas kaki. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa sholat tanpa alas kaki merupakan bentuk tasyabbuh.
Abdulloh bin ‘Amr Rodhiyallohu ‘Anhu dimana beliau berkata:

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلّي حافيًا ومنتعلاً

Saya melihat Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sholat dengan tanpa alas kaki dan dengan memakai sendal”. (HR Ahmad, Abu Daud dan selain mereka. Dihasankan Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil Rahimahullohu Ta’ala).
Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu, Rosululloh berkata

إذا توضّأ أحدكم ولبس خفّيه فليصلّ فيهما

Jika salah seorang dari kalian telah berwudhu’, kemudian memakai kedua khufnya, maka sholatlah dengan keduanya”. (HR Daruquthny, dishohihkan Syaikh kami Muhammad bin ‘Ali bin Hizam)
Imam Ibnu Rojab Rahimahullohu Ta’ala -setelah menyebutkan hadits-hadits tentang sholat dengan sendal-, beliau berkata: “Ini menunjukkan bahwa kebiasaan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam terus-menerus sholat dengan sendalnya. Perkataan mayoritas salaf menunjukkan bahwa sholat dengan kedua sendal lebih afdhol dari sholat tanpa beralas kaki. Ibnu Mas’ud telah mengingkari Abu Musa melepaskan kedua sendalnya ketika hendak melakukan sholat, beliau (Abu Mas’ud) berkata kepadanya: “Apakah engkau sedang berada di lembah yang disucikan?”. [Diriwayatkan ‘Abdurrozzaq dan Ibnu Abi Syaibah, dishohihkan Syaikhuna Muhammad bin ‘Ali bin Hizam Hafizhohullohu Ta’ala]

Next >>                                                                         Halaman 4