-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SIRWAL DAN BEBERAPA HUKUM YANG TERKAIT DENGANNYA

Dahulu Abu ‘Amr Asy-Syaibany memukul orang-orang jika mereka melepas sendal-sendal mereka ketika sholat”. [Fathul Bary 2/274]

Adapun perintah untuk memakai alas kaki ketika sholat hukumnya adalah mustahab (sunat) karena ada unsur penyelisihan terhadap ahlul kitab disebabkan kebiasaan mereka tidak sholat dengan alas kaki. wallahu a’lam ,Karena itu bagi kaum muslimin yang memungkinkan baginya untuk menerapkan sunnah ini agar melakukannya, kalau tidak bisa di mesjid karena belum pahamnyanya kebanyakan orang tentang masalah ini, maka hendaknya dia menerapkannya pada kondisi yang memungkinkannya agar sunnah ini tidak terlupakan, dan karena Rasulullah tidak membiasakan tanpa alas kaki. seseorang bisa melakukannya ketika sholat di lapangan, singgah ketika safar, di rumahnya atau yang lainnya yang memungkinkan baginya. 

[Contoh untuk bentuk kedua yaitu perintah penyelisihan dengan adanya unsur tasyabbuh jika tetap mengerjakannya]: Mencukur Jenggot

Sebagaimana dimaklumi, selain hadits Abu ‘Umamah Rodhiyallohu ‘Anhu tadi, terdapat hadits yang sangat banyak mengenai perintah untuk membiarkan jenggot. Hukum asal dari perintah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah wajib. Tidak didapatkan satu dalil pun yang memalingkan perintah tersebut dari hukum wajib ke hukum istihbab (sunat). Hal ini juga bisa dilihat dari amalan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan para salaf.
Para ulama sepakat bahwa mencukur seluruh jenggot adalah mutslah, tidak boleh. [Marotibul Ijma’ karya Ibnu Hazm 182, Al-Iqna’ fi Masailil Ijma’ karya Ibnul Qoththon 2/3953]
Mutslah adalah: Menimbulkan bekas yang keji di jasadnya dengan menyengaja. [Lihat Al-Hidayah Al-Kafiyah –Syarhu Hudud Ibni ‘Arofah hal 518]

Ibnul Hammaam Rahimahullah mengatakan: Adapun memotong jenggot yang kurang dari segenggam sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang di Maroko dan yang kewanita-wanitaan dari kalangan lelaki, maka perkara tersebut tidak seorangpun yang memperbolehkannya”. [Lihat Fathul Qodir 2/348, Al-Majmu’ 1/357]
Perselisihan ulama hanyalah pada boleh tidaknya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan sebagaimana dimaklumi. Karena itulah maka mencukur jenggot atau memendekkannya (kurang dari segenggam) pada asalnya adalah merupakan perbuatan yang menjadi ciri orang-orang kafir ataupun orang-orang fasiq, karena kaum muslimin diharamkan untuk itu. Maka selain maksiat, perkara ini juga tasyabbuh, wallahu a’lam.

Yang dimaksud dengan peniruan orang kafir yang dilarang adalah menyerupai mereka pada apa-apa yang menjadi kekhususan mereka berupa adat atau apa-apa yang mereka ada-adakan dalam agama mereka baik berupa keyakinan atau peribadatan, seperti menyerupai mereka dalam mencukur jenggot”. [Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah (Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh ‘Abdulloh bin Ghudayyan, Syaikh ‘Abdurrozzaq Al-‘Afify dan Syaikh ‘Abdulloh bin Qu’ud), 3/431 Kumpulan 1]

Syaikh Al-‘Utsaimin Rahimahulloh mengatakan: “Maka ia (maksudnya mencukur jenggot pent) adalah maksiat terhadap Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan tasyabbuh dengan musuh-musuh Alloh ‘Azza wa Jalla”. [Majmu’ul Fatawa wa Rosa’il Al-‘Utsaimin 15/131]

Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullohu Ta’ala mengatakan: “Tidak diragukan bahwa mencukur lebih keras dosanya, karena hal itu menghabiskan jenggot seluruhnya dan berlebih-lebihan dalam melakukan kemungkaran serta tasyabbuh dengan wanita. Adapun memotong dan menipiskan maka tidak diragukan bahwa hal itu adalah kemungkaran dan menyelisihi hadits-hadits yang shohih, akan tetapi (dosanya) tak seperti mencukur. Adapun hukum yang melakukan perbuatan tersebut maka dia adalah pelaku maksiat tapi tidak kafir kalau dia meyakini bolehnya hal tersebut karena dibangun atas pemahaman yang keliru atau sekedar taqlid sebagian ulama”. [Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 10/81]

Next >>                                                                         Halaman 5