Dakwah yang penuh berkah ini pun
mendapat sambutan dari para pemuda, sebagaimana dulu dakwahnya Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam Tafsir surat
Al-Kahfi menyebutkan: "Allah Ta'ala menyebutkan bahwa mereka adalah para
pemuda, mereka lebih menerima kebenaran dan jalan mereka lebih di atas petunjuk
dari pada orang-orang tua yang angkuh dan keras dalam agama kebatilan. Karena
itu kebanyakan orang yang menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu
'Alaihi wa Sallam adalah para pemuda. Adapun orang-orang tua Quraisy,
kebanyakan mereka tetap pada agama mereka, tidak masuk islam kecuali
sedikit".
Namun yang disayangkan –terlebih
di zaman-zaman ini- para pemuda yang ingin meniti jalan para salafush sholih
justru menemui banyak penentangan. Bahkan seringnya penentangan tersebut mereka
dapatkan dari orang terdekat, orang tua yang semestinya menyokong anak-anaknya
untuk mempelajari agamanya, mengetahui akidah dan hukum-hukum syari'at yang benar,
mengetahui kesyirikan, bid'ah dan perbuatan-perbuatan dosa agar bisa
menghindarkannya. Sesuatu yang semestinya menjadi kegembiraan malah dianggap
mengkhawatirkan.
Kurangnya ilmu, jauhnya dari
bimbingan ulama robbany , banyaknya da’i-da’i gadungan, diantara faktor yang
menyebabkan masyarakat merasa asing dengan agama mereka sendiri, lebih
cenderung kepada orang kafir, kelompok-kelompok menyimpang dari acuan yang
ditetapkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pergerakan-pergerakan yang
mengatas namakan Islam namun jauh dari tuntunan salaf, atau fanatik terhadap
adat istiadat, yang semua itu tercermin dalam pola-pikir, perilaku dan
penampilan.Karena itulah artikel ini
ditulis, sebagai kabar gembira bagi para orang tua yang menyokong anak-anaknya
yang sholih dan sholihah, sekaligus mengingatkan orang tua yang lalai dari
tanggung jawabnya.
KEWAJIBAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ANAK-ANAKNYA
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda:
وَالرَّجُلُ رَاعٍ
عَلى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ
مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةُ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا
وَوَلِدِهِ وَهِيَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْهُمْ
“Seorang
lelaki adalah adalah penanggung jawab atas keluarganya, dialah yang akan
ditanya tentang mereka. Seorang perempuan adalah penanggung jawab atas rumah
suaminya dan atas anak-anaknya, dialah yang akan ditanya tentang mereka” (HR
Bukhory-Muslim dari Ibnu 'Umar Rodhiyallahu 'Anhu)
Ath-Thiby Rahimahullah
-sebagaimana dalam Tuhfatul Ahwazy- berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa
penanggung jawab tidaklah dituntut secara mutlak (setiap perkara-pent), akan
tetapi (yang dituntut) adalah tanggung jawab untuk menjaga apa yang disuruh
Al-Malik (Yang Maha Memiliki) untuk dijaga. Maka semestinya dia hanya bertindak
pada apa-apa yang diizinkan pemilik syari’at”
Orang tua merupakan penanggung
jawab bagi anak-anaknya, terlebih seorang bapak yang sangat berperan dalam
menafkahi keluarganya. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ
أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ
يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Ibu-ibu hendaklah menyusui
anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna.
Sementara kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang
patut" (QS Al-Baqoroh Ayat 233)
Next >>
Halaman 2