-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Beberapa Aturan Seputar Ziinah (Hiasan) Wanita Muslimah


Syaikh Jamil Hafizhohulloh menyebutkan alasan lain seperti: Bahaya yang ditimbulkan, membuang-buang harta, mengubah ciptaan Alloh, penipuan dan tadlis. [Lihat Qurrotu ‘Ainin 214-215]

RUMUSAN PERMASALAHAN

Dapat disimpulkan bahwa ada dua point penting yang menjadi poros perselisihan yaitu masalah tasyabbuh dengan wanita kafir atau fasik, serta masalah dampak yang membahayakan akibat penggunaan make up.
Adapun alasan membuang-buang harta, maka hal ini tidak bisa dipukul secara keseluruhan karena membelanjakan harta untuk hiasan yang wajar bukanlah pemborosan, dan make up mayoritasnya bukanlah tergolong sesuatu yang mewah dan mahal. Alasan ini bisa berlaku pada jenis yang diluar batas kewajaran.
Demikian juga alasan bahwa pemakaian make up termasuk perbuatan mengubah ciptaan Alloh dan tadlis, maka alasan ini lemah karena yang terjadi hanyalah pengubahan warna yang sifatnya temporer dan kentara, sama sekali tidak mengubah bentuk ciptaan baik bibir pipi dan lainnya, perkara ini sebagaimana pemakaian celak pada mata atau pemakaian inai pada tangan.

Karena itu kita hanya akan melanjutkan pembahasan pada dua point utama tersebut di atas:

1. Apakah amalan ini tergolong tasyabbuh dengan wanita kafir atau fasik?
Pendapat pertama jelas mengatakan bahwa make up berada dalam hukum asal hiasan wanita muslimah yaitu boleh. Hal ini berdasarkan firman Alloh Ta’ala:

قل من حرم زِينَة الله الَّتِي أخرج لِعِبَادِهِ والطيبات من الرزق

“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?". (QS Al-A’raf 32)
Maka orang yang menyatakan secara asalnya tidak boleh bagi wanita muslimah memakai make up, dialah yang dituntut mengemukakan alasan.

Pemilik pendapat kedua pada dasarnya mencocoki pendapat ini, karena sesuai kaidah dalam penerapan hukum di syari’at ini: “Al-Hukmu Yaduuru Ma’a ‘Illatihi”, yakni hukum-hukum itu berjalan sesuai dengan keberadaan ‘illah (sebab hukum)nya, apabila ‘illahnya tidak ada maka hukumnya tidak ada. Ketika mereka menetapkan yang menjadi ‘illah larangan adalah bahaya, maka konsekwensinya apabila bahaya bisa dihindari maka perkara ini tidak terlarang.

Oleh karena itu Syaikh Al-‘Utsaimin Rahimahulloh mengatakan: “Adapun make up yang dipakai wanita untuk berias maka kami menilainya tidak mengapa karena hukum asal (hiasan wanita) adalah boleh. Kecuali jika terbukti bahwa penggunaan make up tersebut membahayakan muka di masa mendatang, maka dalam kondisi ini pemakaiannya dilarang dalam rangka menolak kerusakan”. [Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Al-‘Utsaimin 12/290]

Adapun pemilik pendapat ketiga menilai bahwa make up itu sendiri tidak boleh dipakai oleh wanita muslimah karena berasal dari amalan wanita kafir ataupun fasik. Alasan ini jelas terlihat dari perkataan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh: “Tidak boleh bagi orang yang tidak berhijab apalagi yang mengenakan hijab, menggunakan make orang kafir, make up orang fasik. Kapan kalian mengenal hiasan perempuan yang dinamakan dengan sesuatu yang tidak diturunkan Alloh penjelasan Alloh tentangnya. Ini adalah bahasa yang tidak kita ketahui, tidak juga bapak-bapak kita sebelumnya. Nama ini (yakni make up) hanyalah kata asing untuk mengungkapkan hiasan orang fasik, wanita-wanita fasik, wanita-wanita eropa. Kemudian disayangkan wanita-wanita kita -kecuali yang dilindungi Alloh- menyerupai mereka dalam berhias dengan riasan ini, riasan yang mempengaruh komunitas islamy”. [Kaset Silsilah Huda wan Nuur 697]

Halaman 20