Terus bagaimana dengan upah pengrajin? Dalam sebuah riwayat yang shahih bahwa seorang pengrajin bertanya kepada Ibnu ‘Umar Rodhiyallohu ‘Anhu.
Orang tersebut mengatakan: “Wahai Abu ‘Abdirrohman, sesungguhnya aku
adalah seorang pengrajin emas. Kemudian aku menjualnya dengan (emas)
yang lebih dari beratnya. Bolehkah aku meminta kelebihan tersebut
sekadar upah kerjaan tanganku?”. Ibnu ‘Umar pun melarang pengrajin
tersebut.
Si
pengrajin itu terus-terusan mengulangi pertanyaannya dan ‘Abdulloh bin
‘Umar terus melarangnya. Sampai ketika berakhir di pintu masjid atau
sampai ke tunggangannya ketika dia ingin menaikinya, Ibnu ‘Umar berkata:
“Dinar dengan dinar, dirham dengan dirham, tidak boleh ada kelebihan
antara keduanya. Inilah yang diamanahkan Nabi kami kepada kami, dan
yang kami amanahkan kepada kalian”. (Diriwayatkan di Mushonnaf
‘Abdurrozzaq, atsar ini dishohihkan Syaikh Kami Muhammad bin Hizam)
Demikian
juga halnya menukar kurma dengan kurma, garam dengan garam dll,
takarannya harus sama (karena yang dijadikan patokan untuk jenis ini
adalah satuan volume) walau mutunya berbeda.
Solusinya: Sebagaimana disebutkan di hadits Abu Sa’id Al-Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu dalam riwayat yang lain. Abu Sa’id mengatakan: “Didatangkan kurma kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu beliau mengatakan:
ما هذا التمر من تمرنا؟
“Kurma ini bukanlah dari jenis kurma kita”.
Maka lelaki yang mendatangkan kurma mengatakan: “Wahai Rosululloh, kami menjual dua sho’ (salah satu jenis takaran) jenis kurma kita, dengan satu sho’ dari jenis ini”.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, lantas berkata:
هذا الربا فردوه، ثم بيعوا تمرنا واشتروا لنا من هذا
“Ini adalah riba, kembalikanlah oleh kalian. Kemudian juallah kurma kita (dengan benda yang lain). Lalu kalian belilah untuk kami dari jenis kurma ini”. (HR Muslim)
Karena
itu maka pihak pembeli mesti menjual emas batangannya terlebih dahulu.
Setelah mendapatkan uang, terserah dia mau beli kalung emas yang mana
saja dan dengan harga berapa saja.
A2. Barang
yang dibarter sudah sama, namun salah satu pihak tidak memberikan
secara keseluruhan. Maka tidak adanya unsur tunai di sini tergolong
riba, dinamakan dengan riba nasii-ah.
Contoh :
Contoh :
(1). Jual beli emas sepuluh gram dengan sepuluh gram namun salah satu pihak baru menyerahkan lima gram.
(2).
Penukaran lima dirham dengan uang pecahan satu dirham di toko, namun
pecahannya baru bisa dikasihkan senilai tiga dirham, sisanya nanti sore
karena pemilik toko masih butuh pecahan untuk transaksi. (Contoh ini juga bisa diterapkan pada uang kertas atau recehan bagi jumhur ulama yang berpendapat digolongkannya uang ke kelompok emas dan perak).
Solusi: Kalau
emas tersebut memiliki nilai nominal, misal yang lima gram adalah satu
dinar dan yang sepuluh gram nominalnya dua dinar, maka bentuknya
kembali ke contoh (2). Jika tidak memiliki nominal, misal yang sepuluh
gram adalah kalung sementara yang lima gram adalah cincin. Maka
disarankan pada bentuk yang ini sebagaimana solusi pada jenis (A1).
Adapun
pada contoh (2), maka bagi yang ingin menukarkan uang dirham tersebut
disarankan untuk beralih kepada transaksi utang, yaitu dengan meminjam
tiga dirham dari pemilik toko. Apabila dia minta jaminan, maka berikan
uang lima dirham tersebut sebagai jaminan, wallohu a’lam.
Next >> Halaman 3