Dengan demikian ada dua bentuk
perintah penyelisihan:
Abu Hurairoh berkata: Kami katakan: “Wahai Rosululloh sesungguhnya Ahlul kitab memakai khuf (alas kaki yang menutupi mata kaki) dan tidak memakai sandal (alas kaki yang di bawah mata kaki). Maka Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Pakailah khuf dan sandal kalian, serta selisihilah Ahlul kitab”.
1. Perintah penyelisihan semata.
Jika ada orang yang melakukan perbuatan tersebut maka dia tidak bisa dikatakan
jatuh perbuatan tasyabbuh.
2. Perintah penyelisihan pada
perkara yang:
* dinyatakan Rosululloh sebagai
perbuatan tasyabbuh,
* yang terbukti merupakan
kekhususan mereka, yang menjadi ciri orang kafir, dengannya mereka dikenal atau
* perkara yang diperintahkan
untuk diselisihi adalah perkara yang diharamkan bagi kaum muslimin, sehingga
barang siapa yang melakukannya maka dia telah tasyabbuh karena melakukan
perbuatan haram bukanlah ciri muslimin dan bukan pula perkara yang
diperbolehkan bagi mereka.
APA DALIL ATAS PERINCIAN DI ATAS?
Untuk ini, kita tak perlu
jauh-jauh mencari contoh permasalahan, kita kembali ke hadits yang menjadi
pokok perbincangan.
Contoh untuk bentuk pertama,
yaitu semata-mata perintah penyelisihan tanpa ada unsur tasyabbuh jika jika
tetap mengerjakannya]: Sholat memakai sendal
Sebelum lanjut, ada perkara lain
yang perlu disinggung:
A. Terkait lafazh hadits:
قَالَ:
فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ،
إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَخَفَّفُونَ
وَلَا يَنْتَعِلُونَ. قَالَ: فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" فَتَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
Abu Hurairoh berkata: Kami katakan: “Wahai Rosululloh sesungguhnya Ahlul kitab memakai khuf (alas kaki yang menutupi mata kaki) dan tidak memakai sandal (alas kaki yang di bawah mata kaki). Maka Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Pakailah khuf dan sandal kalian, serta selisihilah Ahlul kitab”.
Dalam sebuat riwayat yang
dibawakan oleh Imam Ath-Thobrony di Al-Mu’jamul Kabir terdapat:
فَقُلْنَا:
يَا رَسُولَ اللهِ، أَهْلُ
الْكِتَابِ، لَا يَتَخَفَّفُونَ، وَلَا
يَنْتَعِلُونَ، فَقَالَ: تَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا، وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
Abu Hurairoh berkata: Kami
katakan: “Wahai Rosululloh sesungguhnya Ahlul kitab tidak memakai khuf dan tidak memakai sandal. Maka Nabi
Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Pakailah khuf dan sandal kalian,
serta selisihilah Ahlul kitab”.
Di riwayat ini ada tambahan kata
“tidak”, namun riwayat ini dho’if (lemah). Di isnadnya terdapat: Ibrohim bin
Muhammad Al-Himshy: majhul haal, dan Sulaiman bin Salamah Al-Khoba’iry: matruk.
Namun datang dalam riwayat lain
disebutkan bahwa mereka tidak memakai khuf akan tetapi dikaitkan dengan hal
mereka ketika sholat, yaitu di hadits Syaddad bin Aus Rodhiyallohu ‘Anhu
diriwayatkan Abu Daud dan Al-Hakim selainnya, bahwa beliau berkata:
خالفوا
اليهود، فإنّهم لا يصلّون
في نعالهم ولا خفافهم
“Selisihilah
Yahudi karena sesungguhnya mereka tidak sholat dengan sendal-sendal mereka dan
tidak juga dengan khuf-khuf mereka”. Pada riwayat Ibnu Hibban sebagaimana di
Mawariduzh Zhom’an (107) terdapat tambahan: “… dan Nashoro”. (Hadits ini
dishohihkan Al-Hakim, Al-Albany, Al-Wadi’iy dan selain mereka Rahimahumulloh).
Yang bisa disimpulkan dari kedua
hadits ini bahwa:
1. Dahulu Yahudi ketika di luar
sholat, mereka lebih dominan memakai khuf sebagai alas kaki (sebagaimana di
hadits pertama), walau mungkin didapatkan di antara mereka yang memakai sendal
dengan dalil: “sendal-sendal mereka”. Hal ini dikarenakan bahwa sendal adalah
pakaian asal orang arab, sebagaimana disebutkan di atsar ‘Umar Rodhiyallohu
‘Anhu yang insya Alloh akan datang penyebutannya.
2. Adapun di dalam sholat mereka,
maka mereka melepasnya sama sekali, tidak memakai sendal dan tidak memakai
khuf. Karena itulah diperintahkan untuk memakai alas kaki dalam rangka
menyelisihi mereka.