Beliau
Rahimahulloh, ketika ditanya tentang penggunaan pemerah bibir
(lipstick) dan make up, beliau menjawab: “Pemerah bibir tidak apa-apa
karena secara hukum asal (hiasan wanita) adalah halal sampai jelas
alasan pengaharamannya. Pemerah bibir bukan sesuatu yang permanen
sehingga bisa digolongkan ke jenis tato. Tato adalah memasukkan pewarna
ke bawah kulit, dan itu adalah perbuatan yang haram bahkan tergolong
dosa-dosa besar.
Akan tetapi jika terbukti bahwa gincu tersebut membahayakan bibir, membuatnya kering, menghilangkan kelembaban, maka dalam kondisi seperti ini terlarang pemakaiannya, aku telah dikabarkan bahwa terkadang bibir menjadi pecah-pecah akibat pemakainnya. Apabila ini terbukti maka sesungguhnya seorang insane dilarang untuk melakukan perbuatan yang membahayakannya.
Adapun make up maka kami melarangnya. Walaupun bisa menghiasi wajah suatu ketika, namun penggunaannya akan menimbulkan bahaya yang besar sebagaimana terbukti secara medis. Seorang wanita kalau menua tidak akan wajahnya akan berubah dengan perubahan yang tidak bermanfaat lagi make up atau selainnya.
Atas dasar tersebut maka kami menasehatkan kepada para wanita untuk tidak menggunakannya karena bahaya yang ditimbulkannya. [Majmu’atu As-ilatil Tahummul Usroh Al-Muslimah 35]
Pendapat ketiga adalah para ulama yang melarang pemakaiannya disebabkan -menurut mereka- menggunakan make up termasuk perbuatan tasyabbuh (menyerupai) wanita kafir maupun wanita fasik dari kalangan muslimin.
Diantara yang berpendapat demikian adalah Syaikh Al-Albany dan Syaikh kami Jamil Ash-Shilwy Ghofarohumallohu.
Syaikh Al-Albany Rahimahulloh ditanya terkait peralatan kecantikan, pertama hukum menjualnya, kedua hukum bagi istri dalam memakai alat kecantikan untuk suaminya.
Beliau Rahimahulloh menjawab: “Kalau susunan pertanyaan dibalik maka itu lebih baik, karena (hukum) bolehnya jual beli dibangun atas (hukum) bolehnya penggunaan. Apabila menggunakannya boleh maka jual belinya boleh, apabila pemakaiannya tidak boleh maka tidak boleh jual belinya.
Aku berpendapat bahwa menjual peralatan kecantikan yang dikenal sekarang, tidak boleh. Karena hal itu merupakan kebiasaan wanita kafir atau fasik dari kalangan muslimin. (Larangan) dibangun atas dasar (kondisi) ini dan atas dalil-dalil tentang larangan menyerupai orang kafir sebagaimana engkau ketahui.
Tambah lagi adanya pengubahan ciptaan Alloh ‘Azza wa Jalla. Maka aku tidak memandang bolehnya menggunakannya, maka lanjutannya aku juga tidak membolehkan jual belinya”. [Masa-il Nisa-iyyah Muhkhtaroh min Fiqhi Al-Allamah Al-Albany 154, sebagaimana dinukilkan di Al-Fatwa fi Ziinati binti Hawa 40]
Akan tetapi jika terbukti bahwa gincu tersebut membahayakan bibir, membuatnya kering, menghilangkan kelembaban, maka dalam kondisi seperti ini terlarang pemakaiannya, aku telah dikabarkan bahwa terkadang bibir menjadi pecah-pecah akibat pemakainnya. Apabila ini terbukti maka sesungguhnya seorang insane dilarang untuk melakukan perbuatan yang membahayakannya.
Adapun make up maka kami melarangnya. Walaupun bisa menghiasi wajah suatu ketika, namun penggunaannya akan menimbulkan bahaya yang besar sebagaimana terbukti secara medis. Seorang wanita kalau menua tidak akan wajahnya akan berubah dengan perubahan yang tidak bermanfaat lagi make up atau selainnya.
Atas dasar tersebut maka kami menasehatkan kepada para wanita untuk tidak menggunakannya karena bahaya yang ditimbulkannya. [Majmu’atu As-ilatil Tahummul Usroh Al-Muslimah 35]
Adapun
Syaikh Muqbil Rahimahulloh, pada awalnya beliau membolehkan pemakaian
make up selama tidak menghalangi air dengan kulit wajah. [Qom’ul Ma’anid
584-585, Ghoratul Asyrithoh 2/465]
Namun kemudian pendapat beliau berubah setelah mengetahui dampak negative yang timbul dari penggunaan make up, beliau mengatakan: “Aku telah rujuk dari pembolehannya. Aku telah melihat artikel yang padanya terdapat penyebutan bahaya-bahaya yang besar. Aku telah rujuk, Jazakumullohu khoiron”. [Kaset: Daf’us Sujun ‘An As-ilati Nisa-i Syaiun]
Namun kemudian pendapat beliau berubah setelah mengetahui dampak negative yang timbul dari penggunaan make up, beliau mengatakan: “Aku telah rujuk dari pembolehannya. Aku telah melihat artikel yang padanya terdapat penyebutan bahaya-bahaya yang besar. Aku telah rujuk, Jazakumullohu khoiron”. [Kaset: Daf’us Sujun ‘An As-ilati Nisa-i Syaiun]
Pendapat ketiga adalah para ulama yang melarang pemakaiannya disebabkan -menurut mereka- menggunakan make up termasuk perbuatan tasyabbuh (menyerupai) wanita kafir maupun wanita fasik dari kalangan muslimin.
Diantara yang berpendapat demikian adalah Syaikh Al-Albany dan Syaikh kami Jamil Ash-Shilwy Ghofarohumallohu.
Syaikh Al-Albany Rahimahulloh ditanya terkait peralatan kecantikan, pertama hukum menjualnya, kedua hukum bagi istri dalam memakai alat kecantikan untuk suaminya.
Beliau Rahimahulloh menjawab: “Kalau susunan pertanyaan dibalik maka itu lebih baik, karena (hukum) bolehnya jual beli dibangun atas (hukum) bolehnya penggunaan. Apabila menggunakannya boleh maka jual belinya boleh, apabila pemakaiannya tidak boleh maka tidak boleh jual belinya.
Aku berpendapat bahwa menjual peralatan kecantikan yang dikenal sekarang, tidak boleh. Karena hal itu merupakan kebiasaan wanita kafir atau fasik dari kalangan muslimin. (Larangan) dibangun atas dasar (kondisi) ini dan atas dalil-dalil tentang larangan menyerupai orang kafir sebagaimana engkau ketahui.
Tambah lagi adanya pengubahan ciptaan Alloh ‘Azza wa Jalla. Maka aku tidak memandang bolehnya menggunakannya, maka lanjutannya aku juga tidak membolehkan jual belinya”. [Masa-il Nisa-iyyah Muhkhtaroh min Fiqhi Al-Allamah Al-Albany 154, sebagaimana dinukilkan di Al-Fatwa fi Ziinati binti Hawa 40]
Halaman 19