-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Memasuki Bulan Yang Penuh Berkah Tanpa Masalah

Syaikhul Islam Rahimahulloh mengatakan: “Jika kita perhitungkan batas tertentu (sebagai pembeda mathla’) seperti jarak yang dikatakan safar atau kawasan-kawasan. Maka seseorang yang berada di akhir jarak (yang belum dianggap sebagai safar-pent) atau di akhir kawasan, diwajibkan baginya berpuasa, iedul fithr, iedul adha. Sementara orang yang lain yang jaraknya (dengan orang pertama tadi) sejauh lemparan panah (namun orang ini telah berada di luar batas yang ditetapkan –pent) tidak melakukan apa-apa. Ini bukanlah agama kaum muslimin.” [Majmu’ul Fatwa 25/105] Terus, bagaimana dengan Lailatul Qodar??
Tidak ada bedanya contoh yang disebutkan Syaikhul Islam disini dengan batasan teritorial (suatu negara) yang ditetapkan orang belakangan. Hal itu disebabkan memang tidak didapatkan adanya dalil dalam masalah ini, bahkan hal ini keluar dari keumuman penggunaan berita dari seseorang yang terpercaya (khobar tsiqoh) yang berlaku dalam setiap perkara syari’at.
Imam Asy-Syaukany Rahimahulloh mengatakan: “Tidak ada keraguan bagi seorang alim, bahwasanya dalil-dalil yang ada memutuskan bahwa penduduk dari berbagai penjuru, sebagian mereka beramal dengan berita dan persaksian sebagian yang lain di seluruh hukum-hukum syari’at, sementara masalah ru’yah termasuk ke dalam perkara syari’at, baik itu antara dua negeri yang berjauhan yang memungkinkan terjadinya perbedaan mathla’, ataupun tidak. Pengkhususan tidak diterima kecuali dengan dalil” [Nailul Author 4/231]
Dengan alasan tersebut dan juga lainnya pendapat pertama lebih kuat, wallohu a’lam.
Adapun pendalilan mereka dengan mengkiaskan perkara ini dengan perbedaan waktu sholat maka ini adalah pengkiasan dua perkara yang berbeda.
Syaikhul Islam Rahimahulloh mengatakan: “Berbedanya Ru’yah hilal tergantung dari berbedanya posisi, di barat atau timur. Apabila hilal telah terlihat di timur maka wajib bagi yang di barat akan melihatnya, namun tidak sebaliknya (adapun matahari malah sebaliknya–pent), karena tenggelamnya matahari di bagian barat lebih telat dari pada di daerah timur. Apabila hilal (di bagian timur) telah terlihat, maka di bagian barat cahaya hilal akan semakin bertambah, demikian juga jaraknya akan semakin bertambah dari matahari dan dari sinarnya di kala tenggelamnya matahari. Dengan demikian hilal akan lebih bisa lagi untuk dilihat.
Tidak demikian halnya jika bulan terlihat di bagian barat (sementara orang timur tidak melihatnya –pent), karena bisa saja sebab terlihatnya hilal di barat karena tenggelamnya matahari di tempat mereka lebih belakangan, sehingga jarak (hilal dari matahari –pent) dan cahaya hilal bertambah. Sementara ketika matahari tenggelam di timur, hilal masih dekat dengan matahari (sehingga cahaya kalah –pent). Tambah lagi ketika hilal terlihat di barat, ia telah tenggelam di timur, ini adalah (kenyataan) yang bisa ditangkap panca indra dalam masalah tenggelamnya matahari, hilal dan seluruh bintang. Karena itu jika masuk waktu maghrib di barat otomatis di timur juga telah masuk, namun tidak sebaliknya. Demikian juga jika telah terbit matahari di barat otomatis di timur juga telah terbit, namun tidak sebaliknya. Terbitnya dan tenggelamnya (matahari) dan bintang-bintang di bagian timur lebih dahulu. Adapun hilal maka muncul dan terlihatnya dia di bagian barat, lebih dahulu, karena dia terbit di bagian barat dan tidak ada di langit yang terbit di bagian barat selainnya. Sebab terlihatnya hilal adalah jauhnya dia dari matahari. Semakin telat matahari tenggelam maka (artinya) semakin jauh hilal darinya. Maka barangsiapa yang memperhitungkan perbedaan jarak tempat-tempat (tinggal) saja, maka dia tidak berpegang dengan pokok syari’at demikian juga tidak dengan (kenyataan) yang bisa ditangkap panca indra” [Ma’mu’ul Fatawa 25/ 104]
Dapat dipetik dari penjelasan di atas -wallahu a’lam- tenggelamnya matahari menunjukkan penambahan waktu, artinya daerah yang lebih duluan tenggelam maka waktunya lebih duluan, harinya lebih duluan. Sementara terbitnya hilal tidak seiring dengan pertambahan waktu. Sehingga tidak bisa dikatakan pada suatu daerah sudah tanggal bulan dua tapi masih selasa, sementara di timurnya masih bulan satu tapi sudah rabu. Karena kenyataannya pertambahan bulan seiring pertambahan hari.
Adapun pendalilan atas perbedaan mathla’ dengan atsar Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu maka perkataan Ibnu ‘Abbas yang mengatakan “Beginilah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami”. Perkataan ini memiliki beberapa kemungkinan karena Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu sendiri tidak menyebutkan dengan gamblang bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk tidak mengamalkan ru’yah selain mereka [Ad-Daroril Mudhiyyah 2/172]

Next >>                                                         Halaman 4