-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Hadits Dho'if Dan Hukum Beramal Denganya

UPAYA ULAMA HADITS DALAM MEMILAH YANG SEHAT DAN YANG CACAT

Ketahuilah -semoga Allah Ta’ala memberimu taufik-, bahwasanya wajib bagi setiap orang untuk membedakan riwayat-riwayat yang “sehat” dengan riwayat-riwayat yang “sakit”, antara penukil-penukil yang dipercaya dengan para penukil yang tertuduh . Tidak boleh menyampaikan riwayat-riwayat tersebut, kecuali yang jelas diketahui asalnya dan terjaga kredibilitas (baik dari sisi kekuatan hapalan maupun kadar keilmuan dan keimanan –pen) para penukilnya, wajib menjaga dari riwayat-riwayat yang bersalah dari orang-orang tertuduh serta parang pembangkang dari kalangan ahlul bid’ah. Dalil atas yang kami katakan berupa keharusan-keharusan tersebut tidak boleh diselisihi adalah firman Allah Jalla Dzikruhu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada kalian seorang yang fasiq maka jangan terburu-buru, telitilah dan pelajari dengan seksama. Agar kalian tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya membuat kalian menyesali perbuatan itu." (QS Al Hujurot 6)

Serta firman-Nya Jalla Tsana’uhu:

مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ

"Dari orang-orang yang kalian ridhoi sebagai saksi.” (QS Al-Baqoroh 282)

Dia ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ

"Persaksikanlah oleh orang dari kalian yang memiliki keadilan yang mendorong untuk tidak berbuat zholim.” (QS Ath-Tholaq ayat 2)

Apa-apa yang kami sebutkan berupa ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa kabar dari seorang yang fasiq, tidak diterima, persaksian orang yang tidak ‘Adl, tidak diterima. Masalah pengkabaran, walaupun secara makna berbeda dengan masalah masalah persaksian dari beberapa sisi namun kedua perkara tersebut sama dalam mayoritas sisinya, kabar dari seorang yang fasiq tidak diterima di sisi ulama sebagaimana ditolaknya persaksian fasiq oleh mereka semua.

As-Sunnah juga menunjukkan penolakan riwayat-riwayat yang tidak betul sebagaimana yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dalam penolakan riwayat fasiq. Hal tersebut sebagaimana pada hadits masyhur dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

“Barangsiapa yang menyampaikan sebuah hadits yang dilihatnya adalah dusta maka dia adalah salah seorang pendusta.”

Abu Bakr bin Abi Syaibah berkata kepadaku: “Waki’ menyampaikan kepada kami dari Su’bah dari Al-Hakam dari ‘Abdurrohman bin Abi Laila dan Samuroh bin Jundub Rodhiyallahu ‘Anhu.” Abu Bakr bin Abi Syaibah juga menyampaikan dari jalan yang lain, (dia berkata): “Waki’ menyampaikannya kepada kami dari Syu’bah dari dan Sufyan, dari Habib dari Maimun bin Abi Syabib dari Al-Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu ‘Anhu.” Samuroh dan Al-Mughiroh berkata: “Rasulullah menyebutkan –hadits tersebut di atas-”. [Perkataan Imam Muslim bin Hajjaj Rahimahullah pada muqoddimah Shohih Muslim]

Para pendusta dalam penukilan hadits diketahui dengan pencarian dan penelitian tentang ada tidaknya celaan ulama hadits pada seorang periwayat. Sekelompok orang dari orang-orang bodoh yang berlagak zuhud tidak mau mendengar celaan ulama hadits terhadap para pendusta tersebut. Mereka mengatakan hal itu adalah ghibah (menggunjing). Mereka tidak menyadari bahwasanya perbuatan ulama hadits adalah untuk membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Kalau tidak begitu, akan masuk ke dalam syari’at ini perkara-perkara yang bakal merusaknya, bahkan para pendusta tersebut telah memasukkannya ke dalam syari’at dan berusaha keras. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengosongkan setiap zaman dari orang-orang yang memiliki kemampuan untuk memilah mana hadits yang muncul dari para pendusta ataupun penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, sebagai bentuk penjagaan syari’at-Nya. Allahlah yang menguasai urusannya. [Lihat Kasyful Musykil min Haditsish Shohihain 3/592 karya Ibnul Jauzi Rahimahullah]
Para ulama pun membagi hadits menjadi beberapa golongan diantaranya: Shohih, Hasan, Dho’if dan Maudhu’.

Next  >>                                                  Halaman 5