-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

BISAKAH MENGHADIAHKAN PAHALA BAGI ORANG YANG TELAH MENINGGAL (MAYYIT) Ibadah-Ibadah Maaliyyah

Tidak ada cara menolak ijma’ ini kecuali dengan membuktikan adanya salah seorang ulama yang menyelisihi hukum tersebut sebelum adanya penukilan ijma’.
Adapun diantara dalil-dalil dari hadits Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam (selain hadits ‘Aisyah di atas) yang terkait masalah ini:


Hadits Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu: “Sesungguhnya Sa’ad bin ‘Ubadah Rodhiyallohu ‘Anhu ibunya meninggal, sementara ketika itu dia tidak bersamanya. Maka dia berkata: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya ibuku telah meninggal aku tidak berada di sisinya. Apakah merupakan sesuatu yang bermanfaat baginya jika aku bersedekah atas namanya?”. Beliau berkata: “Ya”. (HR Bukhory)


Hadits Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu: “Sesungguhnya ayahku meninggal dalam keadaan meninggalkan harta, namun tidak mewasiatkan apa-apa. Apakah akan menghapuskan dosanya jika aku bersedekah atas namanya?”. Beliau menjawab: “Ya”. (HR Muslim)


Hadits ‘Abdulloh bin ‘Amr bin Al-‘Ash Rodhiyallohu ‘Anhu: “Sesungguhnya Al-‘Ash bin Wail (kakek ‘Abdulloh bin ‘Amr mati dalam keadaan kafir) mewasiatkan untuk memerdekaan atas namanya seratus orang budak. Maka anaknya: Hisyam, memerdekaan lima puluh budak. Anaknya yang lain: ‘Amr, ingin memerdekakan lima puluh sisanya, dia berkata: “Sampai aku menanyakannya kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam”. Maka dia pun mendatangi Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Rosululloh sesungguhnya bapakku mewasiatkan untu memerdekakan seratus orang budak, sementara Hisyam telah memerdekakan lima puluh tersisa atasnya (wasiat tersebut) lima puluh budak (lagi). Apakah aku merdekakan atas namanya?”. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:


إنه لو كان مسلماً فأعتقتم عنه أو تصدقتم عنه أو حججتم عنه بلغه ذلك
 
“Sungguh, seandainya dia muslim, kemudian engkau memerdekakan budak, bersedekah, atau haji atas namanya maka (pahala) hal tersebut akan sampai kepadanya”. (HR Abu Daud dihasankan Syaikh Al-Albany)
Kisah dalam hadits-hadits ini yang muncul pada anak orang yang meninggal tidak bisa langsung dipahami adanya pembatasan, karena yang menjadi acuan adalah keumuman sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam. Karena itu di hadits yang lain, Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu mengatakan: “Seorang perempuan mendatangi Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: “Sesungguhnya saudariku telah meninggal dan dia masih memiliki tanggung jawab untuk berpuasa dua bulan berturut-turut”. Beliau berkata: Bagaimana menurutmu, jika saudarimu masih memiliki kewajiban membayar hutang apakah engkau membayarkannya?”. Wanita itu berkata: “Iya”. Rosululloh berkata: “Maka hak Alloh lebih berhak (ditunaikan)”. (HR Bukhory)
Dalam hadits tersebut terdapat penetapan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bahwa amalan wanita tersebut bermanfaat bagi saudarinya yang telah meninggal dalam mengangkat tanggung jawabnya yang masih tersisa atas puasa kaffaroh dan utang. Tidak bisa dikatakan ini khusus bagi saudari untuk saudari, cuma saja kebetulan kisahnya seperti itu.
SEMBELIHAN ATAS NAMA MAYYIT
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwasanya sembelihan atas nama mayyit termasuk ke dalam amalan maaliyyah yang telah sepakat akan kebolehannya, juga secara tidak langsung jenis ini juga termasuk ke dalam sedekah, karena sedekah bisa dengan harta, dengan daging sembelihan ataupun dengan membebaskan budak.
Bahkan sembelihan adalah bentuk amalan maaliyyah yang paling mulia. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ * فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

 

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar. Oleh sebab itu dirikanlah shalat dan berkorbanlah karena Robbmu”. (QS Al-Kautsar 1-2)

Next>>                                                  Halaman 4