-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Hadits Dho'if Dan Hukum Beramal Denganya

Ibnu Sirin Rahimahullah mengatakan: “Mereka (para salaf) dahulu tidak bertanya tentang isnad. Namun setelah terjadi fitnah, mereka mengatakan: “Sebutkan kepada kami nama-nama periwayat kalian”. Maka jika dilihat (periwayatnya) ahlus sunnah, hadits-hadits mereka diambil. Sementara jika dilihat (periwayatnya) ahlul bid’ah, hadits-hadits mereka tidak diambil”.
Kholifah bin Musa Rahimahullah mengatakan: “Aku mendatangi Gholib bin ‘Ubaidillah, maka dia mendiktekanku hadits. Dia berkata: “Makhul telah berkata kepadaku … Makhul telah berkata kepadaku …”, kemudian dia pun pergi kencing. Maka akupun melihat tumpukan kertasnya, ternyata yang tertulis disitu: “Aban telah berkata kepadaku dari Anas… Aban telah berkata kepadaku dari fulan…”, maka aku pun berdiri dan meninggalkannya”.
Sufyan Rahimahullah berkata: “Dahulu orang-orang (para ahli hadits) mengambil hadits dari Jabir (Al-Ju’fy) sebelum dia menampakkan apa yang ditampakkannya. Maka ketika dia menampakkan apa yang ditampakkannya orang-orangpun mencurigai hadits-haditsnya dan sebagian mereka langsung meninggalkannya. Dikatakan kepada Sufyan: “Apa yang telah dinampakkannya?” Sufyan berkata: “Iman terhadap Roj’ah (kembalinya seseorang ke dunia setelah kematiannya, merupakan salah satu keyakinan syi’ah-rofidhoh –pen)”. 

Sallam bin Muthi’ Rahimahullah mengatakan, sampai kepada Ayyub (As-Sikhtiyani) berita bahwa aku mendatangi ‘Amr (bin’Ubaid). Maka suatu hari Ayyubpun mendatangiku, dia berkata: “Engkau melihat seseorang yang tidak aman dengan agamanya sendiri, maka bagaimana engkau merasa aman dengannya dalam masalah hadits?”  [Atsar-atsar tersebut di atas di Muqoddimah Shohih Muslim]

‘Ufair bin Mi’dan Al-Kila’iy Rahimahullah mengatakan: “’Amr bin Musa Hamsh mendatangi kami, maka kami pun berkumpul dengannya di masjid. Lalu dia mulai berbicara: “Syaikh kalian yang sholeh telah menceritakan kepadaku …” Ketika dia (‘Amr) mulai banyak bicara kepada kami, maka kukatakan kepadanya: “Siapakah syaikh kami yang sholeh tersebut? Sebutkanlah namanya kepada kami biar kami mengenalnya.” ‘Amr berkata: “Kholid bin Mi’dan”. Aku (‘Ufair) berkata kepadanya: “Tahun berapa engkau berjumpa dengannya?” Dia menjawab: “Tahun seratus delapan”. Aku bertanya lagi: “Dimana engkau menjumpainya?” Dia menjawab: “Di perang Armenia”. Maka akupun berkata kepadanya: “Bertaqwalah engkau wahai orang tua dan jangan berdusta. Kholid bin Mi’dan meninggal tahu seratus empat, apa engkau menduga engkau menemuinya empat tahun setelah kematiannya?. Kutambah lagi, dia (Kholid) tidak pernah ikut perang di Armenia, dahulu dia ikut perang dengan Romawi. [Al-Kifayah fi ‘Ilmi Riwayah 119 karya Al-Khothib Al-Baghdady Rahimahullah]

Bagi yang ingin melihat lebih lanjut, silahkan melihat kitab-kitab tentang biografi para periwayat seperti Tahdzibut Tahdzib, Tahdzibul Kamal dll. Disitu akan didapatkan penilaian ulama tentang para periwayat, baik yang sezaman dengan ulama tersebut maupun yang disimpulkan dari penelitian terhadap periwayatan hadits-hadits darinya.

Para ulama yang mengharuskan diri-diri mereka untuk membongkar aib para periwayat hadits dan penukilnya, serta memfatwakannya ketika ditanya, sebabnya hanyalah  karena besarnya bahaya perkara tersebut (kalau dibiarkan). Karena kabar-kabar tentang agama ini menyangkut penghalalan, pengharaman, perintah, larangan, anjuran berbuat kebaikan dan ancaman dalam berbuat kejelekan. Apabila ada seorang periwayat yang bukan merupakan sumber kajujuran dan amanah, lantas datang orang lain -yang paham dengan kondisi periwayat tersebut- untuk meriwayatkan hadits darinya, kemudian dia tidak menjelaskan kondisi gurunya kepada orang-orang yang tidak mengenalnya, maka orang tersebut berdosa karena perbuatannya, menipu kaum muslimin yang awam. Karena bisa saja diantara orang yang mendengar hadits-hadits tersebut mengamalkan secara keseluruhan atau sebagiannya sementara kebanyakan hadits-hadits tersebut hanyalan kabar-kabar bohong yang tidak ada asalnya sama sekali. [Muqoddimah Shohih Muslim]

Next  >>                                                  Halaman 4