-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SIRWAL DAN BEBERAPA HUKUM YANG TERKAIT DENGANNYA

Maka didatangkanlah kedua safath untuk disingkapkan wool dan kulit tersebut. Maka ‘Umar memasukkan tangannya ke dalamnya dan mendapatkannya sesuatu  yang lembek. ‘Umar berkata: “Apakah setiap muhajirin (di Azerbaijan) kenyang dengan memakan ini?”. Mereka berdua berkata: “Tidak, akan tetapi ini adalah sesuatu yang dikhususkan bagi Amirul Mu’minin”. Maka ‘Umar berkata: “Wahai fulan, tolong datangkan tempat tinta”, (kemudian) tulislah:

Dari hamba Alloh, ‘Umar Amirul Mukminin, kepada ‘Uqbah bin Farqod dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan mukminin muslimin, salaamun ‘alaikum.
Sesungguhnya aku memuji Alloh yang tidak ada yang pantas diibadahi selain-Nya, Amma ba’du, Sesungguhnya (harta negara –pent) bukanlah dari usahamu, bukan usaha ayahmu dan bukan juga hasil usaha ibumu wahai ‘Uqbah bin Farqod” –‘Umar mengulangnya tiga kali-.
Kemudian beliau berkata: “Amma ba’du, kenyangkanlah kaum muslimin yang muhajirin dengan apa-apa yang mengenyangkanmu di rumahmu” –‘Umar mengulangnya tiga kali-. (Kemudian disebutkan atsar sebagaimana pada riwayat sebelumnya, dengan sedikit perbedaan lafazh)
(Atsar dan hadits ini shohih, seluruh perowinya tsiqoh dan termasuk perowi Bukhory-Muslim)

Yang diinginkan dari penyampaian atsar ini bahwa pada asalnya pakaian arab adalah sarung dan rida’ bukan sirwal, sebagaimana diperkuat dengan kisah pembangunan Ka’bah oleh Quraisy di zaman dimana ketika itu Rosululloh belum diutus sebagai rosul. Jabir Rodhiyallohu ‘Anhu mengisahkan:

 Ketika ka’bah dibangun (setelah rusak di zaman Jahiliyyah), Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pergi bersama (pamannya) ‘Abbas untuk mengangkat batu. Maka ‘Abbas berkata kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Jadikan sarungmu di atas tengkukmu untuk melindungi dari batu. Beliau melakukannya, kemudian tersungkur ke tanah, kedua matanya menatap ke langit. Ketika beliau sadar, beliau berkata: “Sarungku! mana sarungku! lantas beliau mengencangkan sarungnya”. (HR Bukhory-Muslim, dan ini lafazh dalam riwayat Muslim)

Dalam riwayat lain di Shohih Muslim: “Maka pamannya “Al-Abbas, berkata kepada beliau: “Wahai anak saudaraku, seandainya engkau melepas sarungmu dan meletakkannya di atas kedua bahumu di bawah batu tersebut”. Maka beliau melepasnya dan meletakkan di atas kedua bahunya, lalu tersungkur pingsan.
Jabir berkata: “Beliau tidak terlihat telanjang setelah itu”.
Imam An-Nawawi Rahimahulloh mengatakan: “Pada hadits ini terdapat penjelasan sebagian pemuliaan yang diberikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada rosul-Nya Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam¸ beliau dijaga dan dilindungi pada masa kecilnya dari kejelekan dan akhlak jahiliyyah”. [Syarh Shohih Muslim 4/ 34-35]

Demikian juga kisah Al-Miswar bin Makhromah Rodhiyallohu ‘Anhu –ketika itu-, beliau berkata: “Aku mendatangi sebuah batu berat dan mengangkatnya, dan aku mengenakan sarung yang ringan. Maka sarungku terlepas, sementara aku membawa batu yang aku tidak bisa melepasnya sampai aku membawanya ke tempatnya.  Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Kembalilah engkau ke pakaianmu dan ambillah. Janganlah kalian berjalan dalam keadaan telanjang”. (HR Muslim)

Kesimpulannya: bahwa pada asalnya pakaian arab adalah sarung dan rida’, sebagaimana sendal merupakan alas kaki mereka. Pakaian-pakaian inilah yang sering dipakai oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dan para shohabatnya sebagainya yang disebutkan di hadits-hadits dan atsar.

Next >>                                                                         Halaman 7