-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SURAT TERBUKA UNTUK PARA ORANG TUA (BAGIAN 2)

Sa’id bin Jumhan Rahimahullah mengisahkan: “Saya mendatangi Abdullah bin Abi Aufa dan dia matanya telah buta, maka saya menyalaminya. Dia lantas berkata kepada saya: “Siapa kamu?”. Saya katakan: “Saya Sa’id Jumhan”. Dia berkata: “Apa yang dikerjakan bapakmu?”. Saya katakan: “Al-Azariqoh telah membunuhnya”. Dia berkata: “Semoga Allah melaknat Al-Azariqoh, semoga Allah melaknat Al-Azariqoh, semoga Allah melaknat Al-Azariqoh. Rasulullah mengatakan kepadaku bahwasanya mereka adalah anjing-anjing neraka”. Saya katakan: “Al-Azariqoh saja atau khowarij seluruhnya”. Dia katakan: “Bahkan khowarij seluruhnya”. Saya katakan: “Sesungguhnya Sulthon (penguasa) menzholimi masyarakat membuat mereka menderita”. Maka dia menarik tanganku dan memegangnya dengan keras, kemudian berkata: “Celaka engkau wahai Ibnu Jumhan, wajib bagimu untuk bersama kaum muslimin. Apabila Sulthon mendengarmu, maka datangilah dia dirumahnya dan ceritakan kepadanya apa yang engkau ketahui. Itu kalau dia mau mendengar, kalau tidak maka biarkanlah dia, karena engkau tidak lebih tahu darinya”. (HR Ahmad dihasankan Imam Muqbil Rahimahullah di Al-Jami’us Shohih)

Penyebab penyimpangan kaum ini, tidak lain disebabkan oleh penyelisihan mereka terhadap pemahaman para shohabat dan orang-orang yang konsisten berjalan di atas pemahaman mereka. Karena itulah Ibnu 'Abbas Rodhiyallahu 'Anhu ketika mendatangi Al-Haruriyun yang tengah mengasing pada suatu tempat (Haruro) karena tidak mau tunduk kepada Amirul Mukminin ketika itu 'Ali bin Abi Tholib, awal kalimat yang disampaikan Ibnu 'Abbas kepada kaum Khowarij itu adalah: "Saya mendatangi kalian dari sisi para shohabat Nabi, kaum Muhajirin dan Anshor, serta dari anak paman Rasulullah sekaligus menantunya. Kepada merekalah Al-Qur'an turun, maka merekalah yang lebih mengetahui tentang tafsir Al-Qur'an dari pada kalian. Dan tak seorang pun dari mereka yang bersama kalian" (Diriwayatkan An-Nasa'i dalam Khosho'is Amiril Mukminin 'Ali bin Abi Tholib, dihasankan Syaikh Muqbil Rahimahullahu Ta'ala).

Adapun penampakan mereka dengan sebagian syi'ar-syi'ar kaum muslimin seperti membiarkan jenggot, memakai jubah atau pakaian di atas mata kaki, tidak cukup menjadi alasan bagi kita untuk meninggalkannya atau menuduh orang yang seperti itu sama dengan mereka. Bukankah diantara pelaku pemboman untuk ada yang berdagu licin dan berstelan necis?.
Para teroris yang mengatas-namakan Islam tersebut bergerak di atas pemahaman dan keyakinan baru yang mereka munculkan. Mereka berjalan dengan dugaan dan persangkaan, sebagaimana halnya kebanyakan orang, bukan di atas ilmu dan pemahaman yang benar terhadap Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَاب

"Apakah orang-orang yang mengetahui apa yang diturunkan oleh Robbmu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta ? sesungguhnya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran" (QS Ar-Ro'd Ayat 19)

Imam Asy-Syinqithy Rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya Adhwa'ul Bayan: "Tidak diragukan bahwa orang yang dibutakan penglihatannya dari cahaya, bertindak serampangan dalam kegelapan. Barangsiapa yang tidak Allah berikan cahaya, maka tidak akan ada cahaya baginya. Dengan ini kamu –Wahai muslim yang berpikiran objektif- mengetahui bahwasanya wajib bagimu untuk bersungguh-sungguh dan berusaha keras dalam mempelajari Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan cara yang bermanfaat dan membuahkan hasil. Kemudian engkau beramal dengan ilmu yang Allah berikan kepadamu dengan amalan yang benar".

Next >>                                                                    Halaman 5