Sa’id bin Jumhan Rahimahullah
mengisahkan: “Saya mendatangi Abdullah bin Abi Aufa dan dia matanya telah buta,
maka saya menyalaminya. Dia lantas berkata kepada saya: “Siapa kamu?”. Saya
katakan: “Saya Sa’id Jumhan”. Dia berkata: “Apa yang dikerjakan bapakmu?”. Saya
katakan: “Al-Azariqoh telah membunuhnya”. Dia berkata: “Semoga Allah melaknat
Al-Azariqoh, semoga Allah melaknat Al-Azariqoh, semoga Allah melaknat
Al-Azariqoh. Rasulullah mengatakan kepadaku bahwasanya mereka adalah
anjing-anjing neraka”. Saya katakan: “Al-Azariqoh saja atau khowarij
seluruhnya”. Dia katakan: “Bahkan khowarij seluruhnya”. Saya katakan:
“Sesungguhnya Sulthon (penguasa) menzholimi masyarakat membuat mereka
menderita”. Maka dia menarik tanganku dan memegangnya dengan keras, kemudian
berkata: “Celaka engkau wahai Ibnu Jumhan, wajib bagimu untuk bersama kaum
muslimin. Apabila Sulthon mendengarmu, maka datangilah dia dirumahnya dan
ceritakan kepadanya apa yang engkau ketahui. Itu kalau dia mau mendengar, kalau
tidak maka biarkanlah dia, karena engkau tidak lebih tahu darinya”. (HR Ahmad
dihasankan Imam Muqbil Rahimahullah di Al-Jami’us Shohih)
Penyebab penyimpangan kaum ini,
tidak lain disebabkan oleh penyelisihan mereka terhadap pemahaman para shohabat
dan orang-orang yang konsisten berjalan di atas pemahaman mereka. Karena itulah
Ibnu 'Abbas Rodhiyallahu 'Anhu ketika mendatangi Al-Haruriyun yang tengah
mengasing pada suatu tempat (Haruro) karena tidak mau tunduk kepada Amirul Mukminin
ketika itu 'Ali bin Abi Tholib, awal kalimat yang disampaikan Ibnu 'Abbas
kepada kaum Khowarij itu adalah: "Saya mendatangi kalian dari sisi para
shohabat Nabi, kaum Muhajirin dan Anshor, serta dari anak paman Rasulullah
sekaligus menantunya. Kepada merekalah Al-Qur'an turun, maka merekalah yang
lebih mengetahui tentang tafsir Al-Qur'an dari pada kalian. Dan tak seorang pun
dari mereka yang bersama kalian" (Diriwayatkan An-Nasa'i dalam Khosho'is
Amiril Mukminin 'Ali bin Abi Tholib, dihasankan Syaikh Muqbil Rahimahullahu
Ta'ala).
Adapun penampakan mereka dengan
sebagian syi'ar-syi'ar kaum muslimin seperti membiarkan jenggot, memakai jubah
atau pakaian di atas mata kaki, tidak cukup menjadi alasan bagi kita untuk
meninggalkannya atau menuduh orang yang seperti itu sama dengan mereka.
Bukankah diantara pelaku pemboman untuk ada yang berdagu licin dan berstelan
necis?.
Para teroris yang
mengatas-namakan Islam tersebut bergerak di atas pemahaman dan keyakinan baru
yang mereka munculkan. Mereka berjalan dengan dugaan dan persangkaan,
sebagaimana halnya kebanyakan orang, bukan di atas ilmu dan pemahaman yang
benar terhadap Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
أَفَمَنْ يَعْلَمُ
أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ
كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَاب
"Apakah orang-orang yang
mengetahui apa yang diturunkan oleh Robbmu adalah kebenaran, sama dengan orang
yang buta ? sesungguhnya orang-orang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran" (QS Ar-Ro'd Ayat 19)
Imam Asy-Syinqithy Rahimahullah
mengatakan dalam tafsirnya Adhwa'ul Bayan: "Tidak diragukan bahwa orang
yang dibutakan penglihatannya dari cahaya, bertindak serampangan dalam kegelapan.
Barangsiapa yang tidak Allah berikan cahaya, maka tidak akan ada cahaya
baginya. Dengan ini kamu –Wahai muslim yang berpikiran objektif- mengetahui
bahwasanya wajib bagimu untuk bersungguh-sungguh dan berusaha keras dalam
mempelajari Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
dengan cara yang bermanfaat dan membuahkan hasil. Kemudian engkau beramal
dengan ilmu yang Allah berikan kepadamu dengan amalan yang benar".