-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

PENERUS DAN PENGEMBAN ILMU YANG KONSISTEN TAK LUPUT DARI BAHAYA LATEN (NUKILAN BIOGRAFI: IMAM ABU YA’QUB YUSUF BIN YAHYA AL-MISHRY, MASYHUR DIKENAL DENGAN AL-BUWAITHY Rahimahullahu Ta’ala)

Ar-Robi’ bin Sulaiman Rahimahullah mengatakan: “Dahulu aku bersama Asy-Syafi’i, demikian juga Al-Muzany dan Abu Ya’qub Al-Buwaithy. Maka  Asy-Syafi’i melihat kepada kami dan berkata kepadaku: “Engkau akan meninggal di (ilmu) hadits”. Kemudian berkata kepada Al-Muzany: “Orang ini, kalau syaithon mendebatnya maka dia akan mematahkannya -atau mendebatnya-“. Beliau berkata kepada Al-Buwaithy: “Engkau akan meninggal di besi”. Ar-Robi’ berkata: “Kemudian aku masuk kepada Al-Buwaithy di hari-hari “ujian” maka aku melihatnya dibelenggu sampai setengah betis, tangannya juga terbelenggu sampai ke lehernya”. [Tarikh Baghdaad wa Dzuyulihi, Siyar A’lamin Nubala’, Tahdzilbul Kamaal: Biografi Imam Al-Buwaithy] Namun beliau adalah orang yang sabar dalam mempertahankan kebenaran, penderitaannya menjadi pelajaran dan teladan bagi orang-orang setelahnya. 

Ibnu Sholah Rahimahullahu Ta’ala mengatakan: “Al-Buwaithy adalah salah seorang ulama yang sabar -bersamaan dengan sedikitnya mereka- atas cobaan dalam “ujian” Al-Qur’an (makhluk). Mereka (kelompok pertama: para ulama yang sabar menanggung penyiksaan yang berat -pent) tersebut adalah: Dia (Al-Buwaithy), Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Nashr Al-Khuza’iy, Muhammad bin Nuh, Nu’aim bin Hammad, Al-Adzromy. Diantara ulama yang tidak mau menjawab (sesuai yang diinginkan) namun tidak sampai disiksa seberat orang-orang yang sebelumnya (kelompok pertama -pent) adalah: Abu Nu’aim Ibnu Dukain, ‘Affan, Yahya Al-Hammaany, Isma’il Ibnu Abi Uwais dan Abu Mush’ab keduanya Al-Madany, mereka dalam kelompok yang sedikit. Mayoritas ulama menjawab sesuai yang diinginkan dalam keadaan terpaksa, seperti Abu Nashr At-Tammar, Ibnul Madiny, Ibnu Ma’in dan Abu Khaitsamah, semoga Allah mengampuni kita dan mereka”. [Thobaqohul Fuqoha’ Asy-Syafi’iyyah: Biografi Imam Al-Buwaithy]

Abu ‘Amr Al-Mustamly Rahimahullah mengatakan: “Kami menghadiri majlis Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhly. Maka dia membacakan surat Al-Buwaithy yang sampai kepadanya, pada surat tersebut terdapat: “Yang aku minta kepadamu agar engkau menyampaikan keadaanku kepada saudara-saudara kita ahlul hadits, semoga Allah bisa membebaskanku dengan do’a mereka. Sesungguhnya aku terikat besi, dan aku lemah untuk menunaikan kewajiban berupa thoharoh dan sholat”. Maka orang-orang riuh dengan tangisan dan do’a untuknya”. [Tarikh Islam karya Imam Adz-Dzahaby: Biografi Imam Al-Buwaithy]

Ar-Robi’ bin Sulaiman Rahimahullah mengatakan: “Aku melihat Al-Buwaithy di atas Bagal (peranakan kuda dengan keledai) di lehernya terdapat belenggu, di kedua kakinya (juga) terdapat belenggu, serta antara belenggu di leher dan di kaki terdapat rantai besi yang padanya terdapat batu yang beratnya empat puluh pound. Beliau mengatakan: “Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dengan (كُنْ) (jadilah!). Apabila kata tersebut adalah makhluk maka makhluklah yang menciptakan makhluk. Demi Allah aku akan meninggal di besiku ini, sampai datang setelahku suatu kaum yang mengetahui bahwa telah meninggal suatu kaum dalam masalah ini pada besi-besi mereka. Seandainya aku masuk kepadanya -yakni Al-Watsiq- niscaya aku membuatnya membenarkan”.

Beliau menulis surat kepadaku dari penjara: “Sesungguhnya akan datang kepadaku masa-masa aku tidak merasakan besi ada di badanku sampai tanganku menyentuhnya. Apabila engkau membaca suratku ini maka perbaikilah akhlakmu bersama orang-orang yang ikut halaqohmu, sambunglah hubungan baik dengan ghuroba’ (orang-orang asing dari kalangan penuntut ilmu) secara khusus”. [Tarikh Baghdad wa Dzuyulih, Siyar A’lamin Nubala’: Biografi Imam Al-Buwaithy]

BADAI ITU TERUS MENDERU

Lebih seribu tahun berlalu, generasi berganti namun ahlul hadits tetaplah satu. Mereka tetap sibuk berkecimpung dalam memahamkan umat akan ilmu syari’at yang murni, membantah pengikut hawa nafsu dan kesesatan, agar yang lain tidak terjerumus. Penggantian di kalangan mereka pun terus berlanjut seiring berlalunya masa.Diantaranya, pergantian itu terjadi di tempat -yang tidak dipungkiri- yang merupakan salah satu pusat pembelajaran ilmu syari’at yang dirintis Imam Al-Wadi’iy, seseorang yang dahulunya ingin pulang ke kampungnya untuk mengasingkan diri dan mendidik keluarganya namun Allah membukakan dakwah lewat tangannya sehingga didatangi para pencari ilmu dari penjuru dunia. 

Next >>                                                                    Halaman 4