Ar-Robi’ bin Sulaiman
Rahimahullah mengatakan: “Dahulu aku bersama Asy-Syafi’i, demikian juga
Al-Muzany dan Abu Ya’qub Al-Buwaithy. Maka
Asy-Syafi’i melihat kepada kami dan berkata kepadaku: “Engkau akan
meninggal di (ilmu) hadits”. Kemudian berkata kepada Al-Muzany: “Orang ini,
kalau syaithon mendebatnya maka dia akan mematahkannya -atau mendebatnya-“.
Beliau berkata kepada Al-Buwaithy: “Engkau akan meninggal di besi”. Ar-Robi’
berkata: “Kemudian aku masuk kepada Al-Buwaithy di hari-hari “ujian” maka aku
melihatnya dibelenggu sampai setengah betis, tangannya juga terbelenggu sampai
ke lehernya”. [Tarikh Baghdaad wa Dzuyulihi, Siyar A’lamin Nubala’, Tahdzilbul
Kamaal: Biografi Imam Al-Buwaithy] Namun beliau adalah orang yang
sabar dalam mempertahankan kebenaran, penderitaannya menjadi pelajaran dan
teladan bagi orang-orang setelahnya.
Ibnu Sholah Rahimahullahu Ta’ala
mengatakan: “Al-Buwaithy adalah salah seorang ulama yang sabar -bersamaan
dengan sedikitnya mereka- atas cobaan dalam “ujian” Al-Qur’an (makhluk). Mereka
(kelompok pertama: para ulama yang sabar menanggung penyiksaan yang berat
-pent) tersebut adalah: Dia (Al-Buwaithy), Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Nashr
Al-Khuza’iy, Muhammad bin Nuh, Nu’aim bin Hammad, Al-Adzromy. Diantara ulama
yang tidak mau menjawab (sesuai yang diinginkan) namun tidak sampai disiksa
seberat orang-orang yang sebelumnya (kelompok pertama -pent) adalah: Abu Nu’aim
Ibnu Dukain, ‘Affan, Yahya Al-Hammaany, Isma’il Ibnu Abi Uwais dan Abu Mush’ab
keduanya Al-Madany, mereka dalam kelompok yang sedikit. Mayoritas ulama
menjawab sesuai yang diinginkan dalam keadaan terpaksa, seperti Abu Nashr
At-Tammar, Ibnul Madiny, Ibnu Ma’in dan Abu Khaitsamah, semoga Allah mengampuni
kita dan mereka”. [Thobaqohul Fuqoha’ Asy-Syafi’iyyah: Biografi Imam
Al-Buwaithy]
Abu ‘Amr Al-Mustamly Rahimahullah
mengatakan: “Kami menghadiri majlis Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhly. Maka dia
membacakan surat Al-Buwaithy yang sampai kepadanya, pada surat tersebut
terdapat: “Yang aku minta kepadamu agar engkau menyampaikan keadaanku kepada
saudara-saudara kita ahlul hadits, semoga Allah bisa membebaskanku dengan do’a
mereka. Sesungguhnya aku terikat besi, dan aku lemah untuk menunaikan kewajiban
berupa thoharoh dan sholat”. Maka orang-orang riuh dengan tangisan dan do’a
untuknya”. [Tarikh Islam karya Imam Adz-Dzahaby: Biografi Imam Al-Buwaithy]
Ar-Robi’ bin Sulaiman
Rahimahullah mengatakan: “Aku melihat Al-Buwaithy di atas Bagal (peranakan kuda
dengan keledai) di lehernya terdapat belenggu, di kedua kakinya (juga) terdapat
belenggu, serta antara belenggu di leher dan di kaki terdapat rantai besi yang
padanya terdapat batu yang beratnya empat puluh pound. Beliau mengatakan:
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dengan (كُنْ)
(jadilah!). Apabila kata tersebut adalah makhluk maka makhluklah yang
menciptakan makhluk. Demi Allah aku akan meninggal di besiku ini, sampai datang
setelahku suatu kaum yang mengetahui bahwa telah meninggal suatu kaum dalam
masalah ini pada besi-besi mereka. Seandainya aku masuk kepadanya -yakni
Al-Watsiq- niscaya aku membuatnya membenarkan”.
Beliau menulis surat kepadaku
dari penjara: “Sesungguhnya akan datang kepadaku masa-masa aku tidak merasakan
besi ada di badanku sampai tanganku menyentuhnya. Apabila engkau membaca
suratku ini maka perbaikilah akhlakmu bersama orang-orang yang ikut halaqohmu,
sambunglah hubungan baik dengan ghuroba’ (orang-orang asing dari kalangan
penuntut ilmu) secara khusus”. [Tarikh Baghdad wa Dzuyulih, Siyar A’lamin
Nubala’: Biografi Imam Al-Buwaithy]
BADAI ITU TERUS MENDERU
Lebih seribu tahun berlalu,
generasi berganti namun ahlul hadits tetaplah satu. Mereka tetap sibuk
berkecimpung dalam memahamkan umat akan ilmu syari’at yang murni, membantah
pengikut hawa nafsu dan kesesatan, agar yang lain tidak terjerumus. Penggantian
di kalangan mereka pun terus berlanjut seiring berlalunya masa.Diantaranya, pergantian itu
terjadi di tempat -yang tidak dipungkiri- yang merupakan salah satu pusat
pembelajaran ilmu syari’at yang dirintis Imam Al-Wadi’iy, seseorang yang
dahulunya ingin pulang ke kampungnya untuk mengasingkan diri dan mendidik
keluarganya namun Allah membukakan dakwah lewat tangannya sehingga didatangi
para pencari ilmu dari penjuru dunia.