Tidak ada dalil yang mengharuskan
sirwal tersebut disobek hingga menyerupai sarung, sebagaimana dikatakan
sebagian ulama. Inilah pendapat Imam Ahmad, jumhur Asy-Syafi’iyyah, dan yang
dipilih Syaikhuna Muhammad bin ‘Ali bin Hizam sebagaimana di Fathul ‘Allam
3/15.
Dalam hadits Abu Hurairoh
Rodhiyallohu ‘Anhu, beliau berkata:
قَامَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنِ الصَّلاَةِ فِي
الثَّوْبِ الوَاحِدِ، فَقَالَ: «أَوَكُلُّكُمْ يَجِدُ ثَوْبَيْنِ» ثُمَّ
سَأَلَ رَجُلٌ عُمَرَ، فَقَالَ:
إِذَا وَسَّعَ اللَّهُ فَأَوْسِعُوا،
جَمَعَ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثِيَابَهُ،
صَلَّى رَجُلٌ فِي إِزَارٍ
وَرِدَاءٍ، فِي إِزَارٍ وَقَمِيصٍ
فِي إِزَارٍ وَقَبَاءٍ، فِي
سَرَاوِيلَ وَرِدَاءٍ، فِي سَرَاوِيلَ وَقَمِيصٍ،
فِي سَرَاوِيلَ وَقَبَاءٍ، فِي تُبَّانٍ وَقَبَاءٍ،
فِي تُبَّانٍ وَقَمِيصٍ، قَالَ: وَأَحْسِبُهُ قَالَ:
فِي تُبَّانٍ وَرِدَاءٍ
“Seorang
lelaki berdiri berdiri kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, menanyai
beliau tentang sholat dengan satu pakaian, maka beliau berkata: “Tidak semua
kalian yang memiliki dua pakaian”.
Kemudian seorang lelaki bertanya
kepada‘Umar maka ‘Umar berkata: “Apabila Alloh melapangkan kalian maka
lapangkanlah, hendaknya seorang lelaki menggabungkan pakaiannya, dan sholat
dengan sarung dan rida’, sarung dan qomis, sarung dan qoba’ (pakaian yang
terdapat belahan di bagian depan dengan adanya ikatan, semisal mantel), sirwal
dan rida’, sirwal dan qomis, sirwal dan qoba’, tubban dan qoba’, tubban dan
qomis”.
Abu Hurairoh berkata: “Aku
menduganya mengatakan: “… dengan tubban dan rida’”. (HR Bukhory-Muslim, kecuali
atsar ‘Umar hanya ada di riwayat Bukhory saja)
Sisi pendalilannya disini adalah
perkataan ‘Umar: “sirwal dan rida’, sirwal dan qomis, sirwal dan qoba’”. Bahkan
pada lafazh: sirwal dan rida’, nyata menunjukkan bahwa sirwal dipakai tanpa
penutup karena yang namanya rida’ adalah kain yang dipakai untuk menutupi tubuh
bagian atas.
Tidak diketahui di kalangan
shohabat yang mengingkari perkataan ‘Umar ini, Karena itulah hukum memakai
sarung di atas sirwal bukanlah perkara yang diwajibkan. Inilah pendapat
Syaikhuna Muhammad bin ‘Ali bin Hizam Hafizhohulloh.
Bahkan terdapat juga atsar dari
perbuatan salaf, diantaranya:
‘Atswam
bin Nisthos Rahimahulloh mengatakan: “Aku melihat Sa’id bin Al-Musayyab
menghadiri sholat ‘isya dengan sirwal dan rida’”. (Diriwayatkan Ibnu Sa’ad di
Ath-Thobaqotul Qubro 5/106, isnadnya hasan sampai ke Hatsyam)
Abu Kholdah Rahimahulloh
mengatakan: “Aku melihat Abul ‘Aliyah memakai sirwal, maka aku berkata
kepadanya: “Mengapa kamu memakai sirwal di rumah”. Dia berkata: “Sesungguhnya
ia adalah pakaian lelaki, sungguh ia menutupi”. (Diriwayatkan Ibnu Sa’ad di
Ath-Thobaqotul Kubro 7/83 dengan sanad yang shohih).
Adapun yang namanya tasyabbuh,
terjadi baik di rumah maupun di luar rumah.
Hammaam bin ‘Abdulloh At-Taimy
Rahimahulloh mengatakan: “Aku melihat ‘Abdurrohman bin Laila menjadi korban
pemukulan, dia memakai sirwal afwaf (jenis katun dari Yaman), Hajjajlah yang
memukulnya”. (Diriwayatkan Ibnu Sa’ad di Ath-Thobaqotul Kubro 7/83 dengan sanad
yang hasan).
Atsar-atsar salaf tersebut juga menunjukkan
bahwa memakai sirwal tanpa sarung bukanlah kekhususan ahlul kitab karena itu
tak bisa dikatakan tasyabbuh, hanya saja ahlul kitab tidak mau memakai sarung
maka disyari’atkan untuk menyelisihi mereka, wallohu a’lam.