Namun
disyari’atkan bagi ahli waris untuk menyedekahkan atas nama orang yang
meninggal dari keluarga mereka tanpa mengagendakan waktu tertentu dan tanpa
meyakini bahwa sedekah pada hari-hari tersebut lebih utama, kecuali hari-hari
yang dijelaskan syari’at (yakni tentang keutamaannya) seperti Ramadhan, sepuluh
hari pertama bulan dzulhijjah, karena keutamaan waktu tersebut dan berlipatnya
pahala padanya.
Wabillahit taufiiq. Shollallohu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa Aalihi wa Shohbihi wa Sallam.
Lajnatud Daa-imah Lul Buhuts wal Ifta’. Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bib Baaz, wakil: ‘Abdur Rozzaq ‘Afifiy, anggota: ‘Abdulloh bin Ghudaiyyan [Fataawal Lajnatid Daa-imah gelombang I (9/26-27)]
3. Bagi-bagi sedekah atau makanan di sisi kubur
Sedekah atas nama mayyit disyari’atkan, akan tetapi - bersamaan banyaknya Nabi mengiringi jenazah, ziarah kubur dan banyaknya shohabat beliau Rodhiyallohu ‘Anhum- Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah membagi-bagi sedekah di kuburan setelah penguburan mayyit, sebelumnya atau kapanpun. Pembagian sedekah di pekuburan adalah bid’ah menyelisihi petunjuk Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Wabillahit taufiiq. Shollallohu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa Aalihi wa Shohbihi wa Sallam.
Lajnatud Daa-imah Lul Buhuts wal Ifta’. Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bib Baaz, anggota: ‘Abdulloh bin Qu’ud [Fataawal Lajnatid Daa-imah gelombang I (9/22)]
Fatwa yang sama tentang membagi-bagi roti, daging ataupun korma di kuburan. [Fataawal Lajnatid Daa-imah gelombang I (9/108)]
4. Menyembelih di sisi kubur
Tidak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa perbuatan ini merupakan perkara tercela, bahkan para ulama Hanabilah, Syafi’iyyah, Maalikiyyah dan Hanafiyyah, terang-terangan menyebutkan bahwa perkara ini haram dan termasuk bid’ah. [Lihat: Al-Furu’ 2/269, Kasysyaaful Qona’ 2/149, Al-Majmu’ 5/290, Al-Madkhol 3/267, Tabyiinul Haqoo-iq 2/246]
Diantara dalil dalam masalah ini, hadits Anas Rodhiyallohu ‘Anhu bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
Wabillahit taufiiq. Shollallohu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa Aalihi wa Shohbihi wa Sallam.
Lajnatud Daa-imah Lul Buhuts wal Ifta’. Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bib Baaz, wakil: ‘Abdur Rozzaq ‘Afifiy, anggota: ‘Abdulloh bin Ghudaiyyan [Fataawal Lajnatid Daa-imah gelombang I (9/26-27)]
3. Bagi-bagi sedekah atau makanan di sisi kubur
Sedekah atas nama mayyit disyari’atkan, akan tetapi - bersamaan banyaknya Nabi mengiringi jenazah, ziarah kubur dan banyaknya shohabat beliau Rodhiyallohu ‘Anhum- Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah membagi-bagi sedekah di kuburan setelah penguburan mayyit, sebelumnya atau kapanpun. Pembagian sedekah di pekuburan adalah bid’ah menyelisihi petunjuk Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Wabillahit taufiiq. Shollallohu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa Aalihi wa Shohbihi wa Sallam.
Lajnatud Daa-imah Lul Buhuts wal Ifta’. Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bib Baaz, anggota: ‘Abdulloh bin Qu’ud [Fataawal Lajnatid Daa-imah gelombang I (9/22)]
Fatwa yang sama tentang membagi-bagi roti, daging ataupun korma di kuburan. [Fataawal Lajnatid Daa-imah gelombang I (9/108)]
4. Menyembelih di sisi kubur
Tidak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa perbuatan ini merupakan perkara tercela, bahkan para ulama Hanabilah, Syafi’iyyah, Maalikiyyah dan Hanafiyyah, terang-terangan menyebutkan bahwa perkara ini haram dan termasuk bid’ah. [Lihat: Al-Furu’ 2/269, Kasysyaaful Qona’ 2/149, Al-Majmu’ 5/290, Al-Madkhol 3/267, Tabyiinul Haqoo-iq 2/246]
Diantara dalil dalam masalah ini, hadits Anas Rodhiyallohu ‘Anhu bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
لَا عَقْرَ فِي الْإِسْلَامِ
“Tidak ada penyembelihan dalam Islam”.
‘Abdur Rozzaq (salah seorang periwayat hadits ini, wafat 211) mengatakan: “Dahulu mereka (di zaman Jahiliyyah) menyembelih sapi atau kambing di sisi kuburan”. (HR Abu Daud, dishohihkan Syaikh Al-Albany)
Imam Al-Khoththoby Rahimahulloh mengatakan: “Dahulu orang-orang Jahiliyyah menyembelih onta di kuburan lelaki yang dermawan, mereka mengatakan: “Kita membalasnya atas perbuatannya, karena dahulu dia menyembelih unta semasa hidupnya untuk memberi makan para tamu, maka kita menyembelih unta di sisi kuburannya untuk dimakan oleh binatang buas dan burung, sehingga dia tetap memberi makan setelahmeninggalnya sebagaimana dia dahulu memberi makan ketika hidupnya”.
‘Abdur Rozzaq (salah seorang periwayat hadits ini, wafat 211) mengatakan: “Dahulu mereka (di zaman Jahiliyyah) menyembelih sapi atau kambing di sisi kuburan”. (HR Abu Daud, dishohihkan Syaikh Al-Albany)
Imam Al-Khoththoby Rahimahulloh mengatakan: “Dahulu orang-orang Jahiliyyah menyembelih onta di kuburan lelaki yang dermawan, mereka mengatakan: “Kita membalasnya atas perbuatannya, karena dahulu dia menyembelih unta semasa hidupnya untuk memberi makan para tamu, maka kita menyembelih unta di sisi kuburannya untuk dimakan oleh binatang buas dan burung, sehingga dia tetap memberi makan setelahmeninggalnya sebagaimana dia dahulu memberi makan ketika hidupnya”.
sebagian mereka (orang-orang jahiliyyah) ada yang melakukan hal itu (penyembelihan
di sisi kubur) dengan alasan apabila dia menyembelih tunggangannya di sisi
kuburannya maka dia (mayyit) akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan
menunggangi tunggangannya, sementara barangsiapa yang tidak disembelihkan atas
namanya maka dia akan dibangkitkan sebagai pejalan kaki. Keyakinan ini dulunya
pada kelompok di kalangan mereka yang meyakini adanya kebangkitan setelah
kematian”. [Ma’aalimus Sunan 1/315-316]
Hukum bid’ah yang disinggung disini jika sembelihan dilakukan karena Alloh. Adapun jika sembelihan dilakukan untuk mendekatkan diri kepada penghuni kuburan maka ini adalah syirik besar yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
5. Mengumpulkan sumbangan untuk kemudian disedekahkan atas nama mayyit
Syaikh Al-‘Utsaimin Rahimahulloh -menjawab pertanyaan tentang praktek diatas- mengatakan: “Dari sisi metode yang disebutkan, dimana dikumpulkan sumbangan untuk mayyit kemudian dibelikan tanah yang menjadi sedekah atas namanya, maka saya tidak perpendapat akan bolehnya perkara ini. Karena (pertama) para shohabat Rodhiyallohu ‘Anhum meninggal, diantara mereka terdapat orang-orang mulia dan orangorang yang memiliki hak atas umat ini dari kalangan khalifah dan selain mereka. Tidak ada mereka (para shohabat yang hidup) mengumpulkan sedekah untuk mereka (para shohabat yang telah meninggal) dalam rangkan bersedekah atas nama mereka.