-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

SIRWAL DAN BEBERAPA HUKUM YANG TERKAIT DENGANNYA

Syaikh Al-Albany Rahimahulloh juga mencontohkan dengan jaket. Bersamaan dengan hukumnya bukan tasyabbuh namun seseorang bisa melakukan amalan menyelisihi orang kafir dengan niat sengaja tidak memakainya karena orang kafir banyak memakainya. [Fatawa Jeddah kaset no 21]
Perkataan Syaikh Al-Albany: “perbuatan orang kafir”, yaitu yang menjadi ciri dan kekhususan mereka, bukan semata-mata apa yang mereka kerjakan atau yang mereka buat. Hal ini dapat dipahami dari penjelasan beliau setelahnya, demikian juga penjelasan ulama terdahulu tentang masalah ini. 

Syaikhul Islam Rahimahulloh mengatakan: “Hukum tasyabbuh berlaku umum mencakup setiap orang yang melakukan suatu perbuatan semata-mata karena mereka memang ingin melakukannya yang seperti ini jarang, serta mencakup barangsiapa yang mengikuti orang lain dalam suatu perbuatan karena ada kepentingannya dalam perkara itu, apabila asal perbuatan tersebut diambil dari orang lain itu.

Akan tetapi barang siapa yang melakukan sesuatu pas dengan orang lain yang melakukan perbuatan itu juga, masing-masing mereka tidak mengambil perbuatan itu dari temannya, maka untuk menyatakannya sebagai tasyabbuh, perlu pemeriksaan. Akan tetapi bisa saja dilarang karena merupakan dzari’ah (perbuatan yang mengarah) kepada tasyabbuh demikian juga padanya ada upaya penyelisihan”. [Iqtidho’ Sirothil Mustaqim 1/271-272]

Yang dimaksud dengan peniruan orang kafir yang dilarang adalah menyerupai mereka pada apa-apa yang menjadi kekhususan mereka berupa adat atau apa-apa yang mereka ada-adakan dalam agama mereka baik berupa keyakinan atau peribadatan”. [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh ‘Abdulloh bin Ghudayyan, Syaikh ‘Abdurrozzaq Al-‘Afify dan Syaikh ‘Abdulloh bin Qu’ud), 3/431 Kumpulan 1]

Dari penjelasan di atas dapat dipetik perbedaannya:
1. Tasyabbuh terjadi dengan niat meniru ataupun tidak. Apabila asal perbuatan tersebut terbukti menjadi ciri dan kekhususan suatu kaum yang dikenali dengannya.
2. Penyelisihan orang kafir adalah melakukan perbuatan yang tidak dilakukan oleh kaum kafir. Dikatakan penyelisihan jika memang seorang muslim ketika melakukan sebuah perkara dengan niat menyelisihi orang kafir. Perbuatan yang diselisihi bisa jadi merupakan kekhususan orang kafir, bisa juga tidak (musytarok).
Karena itu, jika ada seseorang tidak menyelisihi orang kafir dalam suatu perkara, apakah dia otomatis jatuh ke tasyabbuh? 

Maka jawabnya: Jika asal perbuatannya itu merupakan kekhususan orang kafir maka dia telah jatuh kepada tasyabbuh. Namun jika asal perbuatan tersebut pada asalnya adalah perbuatan yang bukan kekhususan mereka maka tidak dikatakan tasyabbuh.

Contoh: Kaum muslimin diperintahkan untuk menyelisihi kaum kafir dengan memakai sirwal dan sarung. Apakah jika seseorang memakai sirwal saja, maka dia telah tasyabbuh dengan kafir?.
Jika memang terbukti asal perbuatan itu merupakan kekhususan mereka atau ada dalil langsung dari Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau menyatakan bahwa perbuatan itu tasyabbuh, maka perbuatan itu dihukumi sebagai tasyabbuh. Namun jika kaum muslimin diperbolehkan untuk memakai sirwal tanpa sarung, maka tidak bisa perbuatan tersebut dinamakan tasyabbuh, karena menunjukkan hal itu bukanlah kekhususan mereka.


Next >>                                                                         Halaman 2