-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

Mengenal Pendapat Ulama Seputar Santunan Bagi Pengajar Agama

Dalam riwayat lain terang-terangan disebutkan permintaan imbalan, dan jumlah kambing yang diberikan adalah sebanyak jumlah sahabat yang datang, jadi satu orang satu kambing, hal ini tentunya di luar kebiasaan hak seorang tamu.
Abu Sa’id Al-Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu mengatakan:
 
بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ ثَلَاثِينَ رَاكِبًا، قَالَ: فَنَزَلْنَا بِقَوْمٍ مِنَ الْعَرَبِ،
قَالَ: فَسَأَلْنَاهُمْ أَنْ يُضَيِّفُونَا فَأَبَوْا، قَالَ: فَلُدِغَ سَيِّدُهُمْ، قَالَ: فَأَتَوْنَا،
فَقَالُوا: فِيكُمْ أَحَدٌ يَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ؟
قَالَ: فَقُلْتُ: نَعَمْ أَنَا، وَلَكِنْ لَا أَفْعَلُ حَتَّى تُعْطُونَا شَيْئًا، قَالُوا: فَإِنَّا نُعْطِيكُمْ ثَلَاثِينَ شَاةً

“Rosululloh mengutus kami dalam sebuah pasukan yang terdiri dari tiga puluh penunggang. Maka kami singgah di sebuah kaum arab badui. Kami meminta mereka untuk menjamu kami sebagai tamu namun mereka enggan. Lantas pemimpin mereka disengat, maka mereka mendatangi kami dan mengatakan: “Diantara kalian ada yang bisa meruqyah dari sengatan kalajengking?’. Aku mengatakan: “Iya saya. Akan tetapi saya tidak akan melakukannya sampai kalian memberi kami sesuatu”. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan memberi kalian tiga puluh ekor kambing”. (HR Ahmad dengan sanad yang shohih)
 
PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA DALAM MEMAHAMI DALIL-DALIL DI ATAS SERTA DALIL LAINNYA YANG TERKAIT DENGAN PEMBAHASAN
[Pendapat Pertama: Tidak Boleh Mensyaratkan Upah Untuk Mengajar Al-Qur’an]
 
Ini adalah pendapat kalangan terdahulu dari ulama Al-Hanafiyyah. Juga merupakan pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, dan diikuti oleh kebanyakan pengikut Hanabilah.Ibnu Qudamah Rahimahulloh mengatakan: “Meminta upah untuk haji, adzan, mengajarkan Al-Qur’an dan fiqh, serta yang sejenisnya dari perkara-perkara yang manfaatnya tidak terbatas pada pelakunya dan perkara khusus dilakukan seorang muslim, terdapat dua riwayat (dari Imam Ahmad):
Pertama: Tidak boleh. Dan ini (juga) adalah mazhab Abu Hanifah, Ishaq. [Al-Mughny 3/224]
Beliau Rahimahulloh juga mengatakan: “Diantara yang membenci upah untuk mengajar (yang diambil) dengan mensyaratkan: Al-Hasan, Ibnu Sirin, Thowus, Asy-Sya’by, dan (Ibrohim) An-Nakho’iy. [Al-Mughny 5/410-411]
Atsar Al-Hasan Al-Bashry (tabi’i) Rahimahulloh diriwayatkan Imam Ibnu Abi Syaibah Rahimahulloh di Al-Mushonnaf, beliau mengatakan:
 
لا بأس أن يأخذ على الكتابة أجرا، وكره الشرط

“Tidak mengapa mengambil upah atas penulisan, dan dibenci mensyaratkan”.

Dalam riwayat lain, Yahya bin Sa’id (keponakan Al-Hasan) Rahimahulloh mengatakan: “Ketika aku telah mahir (dalam pelajaran yang dipelajarinya), aku berkata: “Wahai paman, sesungguhnya pengajar menginginkan sesuatu”. Dia (Al-Hasan) berkata: “Sebelumnya mereka tidak mengambil sesuatu”. Kemudian dia berkata: “Berikan dia lima dirham”. Maka aku masih bersamanya (belum beranjak) sampai dia mengatakan: “Beri dia sepuluh dirham”. (Atsar Shohih diriwayatkan Ibnu Sa’ad di Ath-Thobaqotul Qubro)

Adapun Atsar Ibnu Sirin (tabi’i) Rahimahulloh yang biasa dinukilkan para ulama dalam masalah ini adalah atsar yang diriwayatkan Imam Al-Bukhory di shohihnya secara mu’allaq (tanpa sanad)[1] dimana beliau berpendapat tidak bolehnya upah bagi pembagi-bagi lahan yang ditunjuk oleh Qodhi.
Sementara atsar Thowus (Tabi’i) Rahimahulloh, adalah atsar yang disebutkan anaknya (‘Abdulloh bin Thowus), dia berkata:
 
أنه كان لا يرى بأسا أن يعلم المعلم ولا يشارط فإن أعطي شيئا أخذه

“Sesungguhnya beliau berpendapat bolehnya seorang pengajar mengajar dan tidak mensyaratkan (upah). Apabila dia diberi sesuatu maka dia boleh mengambil”. (Atsar Shohih diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah)

  Next >>                                                  Halaman 5