-->
مَثَلُ الَّذِيْ يَطْلُبُ الْعِلْمَ بِلاَ حُجَّةٍ كَمَثَلِ حَاطِبِ لَيْلٍ، يَحْمِلُ حُزْمَةَ حَطَبٍ وَفِيْهِ أَفْعَى تَلْدَغُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ

DIANTARA SEBAB TERHALANGNYA SESEORANG DARI PETUNJUK AL-QUR’AN

Imam Ibnu ‘Abdil Barr Rahimahulloh mengomentari hadits di atas: “Kaum tersebut melakukan sholat di malam dan siang hari serta berpuasa sehingga orang-orang merasa amalan mereka remeh dibanding kaum tersebut. Mereka membaca Al-Qur’an sepanjang malam dan siang namun tidak melewati tulang dan pangkal tenggorokan mereka, karena mereka kerjanya mentafsirkan makna tanpa ilmu dengan As-Sunnah yang nyata. Mereka diharamkan dari pemahaman Al-Qur’an dan pahala membacanya, inilah wallahu A’lam makna dari sabda beliau “tidak melewati pangkal tenggorokan mereka". [At-Tamhid lima Fil Muwaththo’ minal Ma’ani wal Asanid 23/323]

Jubair bin Nufair Rahimahulloh menyebutkan dari Abu Darda’ Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa beliau berkata: “Suatu ketika kami bersama Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, maka beliau mengangkat matanya ke langit kemudian berkata:

هَذَا أَوَانُ يُخْتَلَسُ العِلْمُ مِنَ النَّاسِ حَتَّى لَا يَقْدِرُوا مِنْهُ عَلَى شَيْءٍ

“Ini adalah waktu ilmu direnggut dari manusia sampai mereka tidak bisa berbuat apa-apa dari ilmu”.

Ziyad bin Labid Al-Anshory berkata: “Bagaimana ilmu bisa direnggut dari kita sementara kita telah membaca Al-Qur’an. Demi Alloh kita akan terus membacanya demikian juga istri-istri dan anak-anak kita”. Maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا زِيَادُ، إِنْ كُنْتُ لَأَعُدُّكَ مِنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ المَدِينَةِ هَذِهِ التَّوْرَاةُ وَالإِنْجِيلُ عِنْدَ اليَهُودِ وَالنَّصَارَى فَمَاذَا تُغْنِي عَنْهُمْ؟

“Tsaqilatka Ummuk (ungkapan ketika mendapatkan sesuatu yang tidak diduga) Wahai Ziyad!! Saya sungguh menganggapmu sebagai salah seorang fuqoha’ penduduk Madinah. Taurat dan Injil ada pada Yahudi dan Nashoro, apakah itu cukup bagi mereka ?”

Jubair bin Nufair Rahimahulloh berkata: “Aku bertemu dengan ‘Ubadah bin Shomit Rodhiyallohu ‘Anhu maka aku berkata kepadanya: “Maukah kamu mendengarkan apa yang telah diceritakan oleh saudaramu Abu Darda’?”, maka aku pun menceritakan kepadanya apa yang diceritakan Abu Darda’. ‘Ubadah berkata: “Abu Darda’ benar. Kalau engkau mau akan aku katakan kepadamu awal ilmu yang terangkat dari manusia. Perkara itu adalah kekhusyukan. Hampir-hampir sekelompok orang masuk ke dalam sebuah masjid, engkau tidak mendapati seorangpun dari mereka sholat dalam keadaan khusyuk’”. (HR At-Tirmidzi, dishohihkan Imam Al-Albany Rahimahullohu Ta’ala)
Imam Al-Hafidz Ibnu Rojab Rahimahulloh mengatakan: ”’Ubadah berkata demikian tidak lain dikarenakan bahwa ilmu ada dua jenis:
Jenis yang pertama: Apa-apa yang buahnya berada di hati seorang manusia. Yaitu Ilmu tentang Alloh Ta’ala, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya, yang semua itu menimbulkan rasa takut pada orang tersebut kepada Alloh, keseganannya, pengagungannya, ketundukannya, kecintaannya, pengharapannya, pemintaannya, tawakkalnya, serta perkara lainnya. Maka yang seperti ini adalah ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana dikatakan Ibnu Mas’ud: “Sesungguhnya kaum-kaum membaca Al-Qur’an tidak melewati tulang kerongkongannya. Padahal apabila bacaan itu sampai ke hati, lalu kokoh di sana maka akan itu bermanfaat”.

Al-Hasan berkata: “Ilmu itu ada dua: “Ilmu yang ada pada lisan, maka itu adalah hujjah Alloh bagi (perbuatan) anak Adam. Kemudian ilmu yang ada di hati, maka itulah ilmu yang bermanfaat”.

Jenis yang kedua: Ilmu yang ada pada lisan. Maka itu adalah hujjah Alloh sebagaimana di hadits:

القرآن حجة لك أو عليك

“Al-Qur’an adalah hujjah bagimu (kalau diamalkan –pen) atau hujjah atasmu (kalau tidak diamalkan -pen)”(4)

Next >>                                                          Halaman 5