Pada kisah ini terdapat hukum: disyari’atkannya bagi wali perempuan untuk menawarkannya kepada lelaki sholih untuk dinikahi. [Lihat: Tafsir Al-Qurthuby 13/271, Fathul Qodir - Asy-Syaukany 4/195]
Imam Al-Bukhory Rahimahulloh dalam “Shohih”nya, menulis: “Bab Seseorang Menawarkan Anak Perempuannya atau Saudara Perempuannya Kepada Lelaki Yang Baik”. Kemudian beliau menyebutkan hadits dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallohu ‘Anhu:
“Sesungguhnya ‘Umar Bin Al-Khoththob, ketika Hafshoh bintu ‘Umar ditinggal mati suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmy yang merupakan salah seorang shohabat Rosululloh yang meninggal di Madinah, ‘Umar Bin Al-Khoththob berkata: “Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan lalu menawarkan Hafshoh kepadanya, maka dia berkata: “Aku pikirkan dulu”. Aku menunggu beberapa malam sampai kemudian dia menemuiku dan mengatakan: “Telah nampak bagiku (keputusannya) bahwa aku tidak akan menikah di hari-hariku ini”. ‘Umar berkata; “Maka aku menemui Abu Bakr Ash-Siddiq dan aku katakan: “Kalau engkau mau, aku nikahkan engkau dengan Hafshoh bintu ‘Umar”. Maka Abu Bakr diam dan tidak menimpaliku sedikitpun. Ketika itu aku merasa marah kepadanya daripada ‘Ustman. Lalu aku melalui beberapa malamku, kemudian Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melamar Hafshoh maka aku menikahkannya dengan beliau.
Setelah itu Abu Bakr menemuiku dan mengatakan: “Sepertinya engkau merasa marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshoh kepadaku dan aku tidak menjawabmu sedikitpun”. ‘Umar berkata: “Ya”. Abu Bakr berkata: “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawabmu tentang penawaranmu kepadaku, melainkan karena aku mengetahui bahwa sesungguhnya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan Hafshoh (ingin menikahinya), dan aku bukanlah orang yang menyebarkan rahasia Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Seandainya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menginggalkannya, maka aku akan menerimanya”. (HR Bukhory)
Ibnu Hajar Rahimahulloh mengatakan: “Pada hadits ini terdapat hukum bolehnya bagi seseorang menawarkan anak perempuannya atau selainnya yang berada di bawah perwaliannya, kepada orang yang dia yakini kebaikan dan kesholihannya. Karena pada hal tersebut terdapat manfaat yang kembalinya kepada wanita yang ditawarkan, dan tidak perlu malu untuk itu. “Pada hadits ini juga terdapat hukum bolehnya menawarkannya kepada lelaki walaupun sudah beristri, karena Abu Bakr ketika itu sudah beristri. [Fathul Bari 9/178]
Adapun ‘Utsman, sebagian ulama mengatakan bahwa ketika itu beliau masih sendiri setelah kematian istrinya Ruqoyyah binti Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dan sebelum Nabi menikahkannya dengan Ummu Kultsum binti Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, wallohu a’lam. Ummu Habibah binti Abi Sufyan Rodhiyallohu ‘Anhuma berkata kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rosululloh nikahilah saudariku binti Abi Sufyan”, Maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Apakah engkau menginginkan hal tersebut?”. Ummu Habibah berkata: “Ya, aku bukanlah istri tunggal bagimu. Orang yang paling aku inginkan untuk bergabung bersamaku dalam kebaikan adalah saudariku”. Maka Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Hal tersebut tidak halal bagiku”. (HR Bukhory Muslim)
Next >> Halaman 2