والناحية الثانية : أن الأشخاص الذين يُمَثَّلون قد يكونون من عظماء الإسلام، وقد يكونون من الصحابة، وهذا يُعتبر من التَّنَقُّص لهم، شعرت أو لم تشعر؛ فمثلاً : طفل، أو صبي، أو إنسان على غير المظهر اللائق، يمثل عالمًا من علماء المسلمين أو صحابيًا .. هذا لا يجوز؛ لما فيه من تَنَقُّص الشخصية الإسلامية بمظهر الممثل الفاسق، أو المستهجن .
Kedua, orang-orang yang memainkan
sandiwara tersebut kadang memerankan para pembesar Islam, atau bahkan
memerankan shahabat Radhiyallaahu ‘anhum. Ini terhitung sebagai satu sikap
peremehan kepada mereka, baik orang tersebut merasa atau tidak. Misalnya:
Bocah, anak-anak, atau orang pada umumnya dalam tampilan yang tidak layak,
mereka menirukan seorang ulama kaum muslimin atau seorang shahabat, ini tidak
diperbolehkan. Karena di dalamnya terdapat unsur merendahkan tokoh-tokoh Islam
yang diperankan dalam tampilan pelakon yang fasiq atau hina.
فلو جاء أحد يُمَثُّلك بأن يمشي مشيك أو يتكلم مقلدًا لك، هل ترضى بهذا ؟ أو تعد هذا من التنقص لك؟، وإن كان الممثِّل يقصد – بزعمه – الخير، لكن الأشخاص لا يرضون أن أحدًا يتنقصهم .
Apabila ada seseorang yang datang
kepadamu menirukan cara berjalan seperti cara berjalanmu atau menirukan cara
berbicaramu, apakah engkau ridha dengan hal ini ? Atau engkau menganggapnya
sebagai satu perbuatan yang merendahkanmu ? Walau orang yang meniru tersebut
bermaksud – dengan sangkaannya – menggapai suatu kebaikan, namun setiap orang
tetap tidak akan ridha dengan seseorang yang merendahkan dirinya.
ثالثًا – وهو أخطر - : أن بعضهم يتقمّص شخصية كافرة، كأبي جهل، وفرعون – وغيرهم -، ويتكلم بكلام الكفر، بزعمه أنه يريد الرَّد عليه، أو يريد بيان كيف كانت الجاهلية؛ فهذا تشبُّه بهم، والرسول صلى الله عليه
وسلم نهى عن التشبُّه بالمشركين
والكفار ، تشبُّه في تقَمُّص الشخصية، وتشبُّه بكلامهم
Ketiga, dan yang ini lebih
berbahaya: Bahwasanya sebagian mereka menirukan pribadi seorang kafir, seperti
Abu Jahl, Fir’aun, dan yang selainnya. Mereka berkata dengan perkataan kufur
dengan dugaannya (dia melakukan hal tersebut) untuk membantah mereka, atau
ingin menerangkan tentang keadaan Jahiliyyah. Maka ini sebenarnya merupakan
bentuk tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir). Padahal Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk meniru orang-orang musyrik
dan orang-orang kafir, baik dalam pribadi ataupun perkataan mereka.
وأيضًا من المحاذير: أن هذه الطريقـة في الدعوة ليست من هدي الرسول صلى الله عليه وسلم ، ولا هو هدي سلفنا الصالح، ولا من هدي المسلمين . هذه التمثيليات ما عُرفت إلا من الخارج – من الكفار-، وتَسَرَّبَت إلينا باسم الدعوة إلى الإسلام، واعتبارها من وسائل الدعوة، غير صحيح وسائل الدعوة – ولله الحمد – توقيفيةُ، غنيةٌ عن هذه الطريقة .
Dan termasuk juga dalam pelarangan ini adalah:
Bahwasannya metode sandiwara dalam dakwah bukan termasuk petunjuk Rasulullah
Shallallaahu ‘Alaihi wa sallam, petunjuk para salafunash-shaalih, ataupun petunjuk
kaum muslimin. Bentuk-bentuk
sandiwara ini tidaklah diketahui melainkan dari luar Islam dari kalangan kafir,
yang kemudian masuk kepada kita atas nama dakwah kepada Islam dan menghitungnya
sebagai salah satu wasilah (sarana) dakwah. Ini tidak benar, karena wasilah
dakwah itu –segala puji bagi Allah– adalah tauqifiyyah (berdasar dalil dan
contoh penerapannya). Islam tidak butuh jalan dakwah seperti ini.
[Al-Ajwibatul-Mufiidah ‘an As-ilatil-Manaahijil-Jadiidah pertanyaan no. 37]
Next >> Halaman 5