Sisi
pendalilan: Hal berlaku umum pada berbagai bentuk sebab, baik sebabnya
membaca, mengajarkan, menafsirkan, menulis, menterjemah dll. Namun
keumuman ini melemah dengan adanya beberapa dalil yang insyaalloh datang penyebutannya.
Dari Jabir bin ‘Abdillah Rodhiyallohu ‘Anhuma beliau mengatakan: “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam keluar kepada kami, sementara kami sedang membaca Al-Qur’an dan di kalangan kami terdapat orang-orang ‘Ajam (non arab) dan orang-orang arab. Maka beliau menyimak lalu bersabda:
اقرؤوا فكل حسن، وسيأتي قوم يقيمونه كما يقام القدح يتعجلونه ولا يتأجلونه
“Bacalah oleh kalian, semuanya bagus. Akan datang suatu kaum yang akan menegakkannya sebagaimana ditegakkannya anak panah, mereka terburu-buru dengannya, tidak mengakhirkannya”. (HR Ahmad dan Abu Daud, dishohihkan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh) dalam riwayat dari Sahl bin Sa’ad Rodhiyallohu ‘Anhu: “Mereka terburu-buru mengambil upah (balasan)nya, tidak mengakhirkannya”.
Sebagian
ulama menjawab bahwa pendalilan ini bagi pembacaan Al-Qur’an yang
manfaatnya terbatas pada diri pembaca, dan setiap amalan yang manfaatnya
hanya kembali pada pelaku amalan tidak boleh baginya meminta upah
kepada orang lain. Adapun pada perkara yang memberikan manfaat kepada
orang lain, maka tidak masuk ke dalam larangan seperti ruqyah dan
mengajarkan Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan di dalil-dalil yang lain,
dan inilah bentuk jamak (penggabungan) antara dalil larangan dan dalil
pembolehan. [Lihat Fatawa Al-Lajnatud Daa-imah Gel 1 jilid 4/133, 9/73]
[Dalil-Dalil Yang Mengisyaratkan Pada Pembolehan]
Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu mengatakan: Sekelompok shohabat Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melewati
suatu kaum yang tinggal di sumber air. Diantara mereka ada orang yang
tersengat. Maka seorang dari penduduk sumber air itu mengatakan: “Apakah
diantara kalian ada orang yang bisa meruqyah? Sesungguhnya di sumber
air ini ada orang yang tersengat. Maka salah seorang dari mereka
(shohabat Nabi) pergi kemudian membacakan Al-Fatihah dengan imbalan
sekawanan kambing. Kemudian dia membawa kambing-kambing tersebut ke
teman-temannya, maka mereka tidak menyukainya dan mengatakan: “Engkau
telah mengambil upah atas Kitabulloh”. (Mereka terus mengingkarinya)
sampai ketika mereka tiba di Madinah, mereka mengatakan: “Wahai
Rosululloh, dia mengambil upah atas kitabulloh. Maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ الله
“Sesuatu yang paling berhak kalian ambil upah atasnya adalah Kitabulloh”. (HR Bukhory)
Sebagian
orang memalingkan pendalilan dengan hadits ini beralasan bahwa hal itu
bukanlah upah melainkan hak sebagai tamu yang diminta karena kaum
tersebut tidak melayani mereka sebagai tamu, sebagaimana diterangkan di
riwayat yang lain.
Jawab: Lafazh Rosululloh berlaku umum walaupun sebab munculnya hadits dalam masalah ruqyah.
Yang dijadikan acuan adalah keumuman lafazh bukan kekhususan sebab,
sebagaimana dimaklumi. Dan lafazh ini berlaku umum untuk mengambil upah
atas aktivitas terkait Al-Qur’an.
Next >> Halaman 4