Perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi yang dikenal dengan Wahibah, maksudnya adalah yang merelakan dirinya untuk dinikahi Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tanpa mahar dan tanpa wali. Inilah yang menjadi kekhususan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.
Kedua hadits yang disebutkan Imam Bukhory di atas termasuk landasan utama bagi para ulama akan bolehnya seorang wanita menawarkan dirinya untuk dinikahi. Al-Muhallab Rahimahulloh mengatakan: “Pada hadits tersebut terdapat pembolehan bagi seorang wanita untuk menawarkan dirinya kepada lelaki yang sholih, bolehnya dia memberi tahu si lelaki akan keinginannya, karena kesholehan dan keutaman lelaki tersebut, ilmu dan kemuliaannya, atau karena perkara lain yang terkait dengan agama. Tidak ada celaan baginya dalam perbuatannya tersebut dan tidak ada kerendahan, bahkan hal tersebut adalah nilai tambah bagi keutamaannya berdasarkan perkataan Anas kepada putrinya: “Dia lebih baik dari kamu”. [Syarh Shohihil Bukhory - Ibnu Baththol 7/227]
Al-‘Ainy Rahimahulloh menyatakan dengan perkataan yang sama dan menambah: “Adapun wanita yang menawarkan dirinya kepada seorang lelaki karena tujuan dari tujuan-tujuan dunia maka itu adalah sejelek-jelek dan tercelanya perbuatan”. [‘Umdatul Qory Syarh Shohih Al-Bukhory 20/113]
Demikian juga pendapat para pensyarah hadits yang lain seperti Imam An-Nawawy, Ibnu Daqieqil ‘Ied, Ibnu Hajar, Ash-Shon’any, Ibnul Qoyyim, Al-Qostholany dll, Rahimahumullohu Ta’ala. [Syarh Shohih Muslim - An-Nawawy 9/212, Ihkamul Ahkam Syarh ‘Umdatul Ahkam 2/183, Fathul Bary 9/175, Subulus Salaam 2/168, Tahdzibus Sunan (Tergabung dalam Al-‘Aunul Ma’bud) 6/102, Irsyadus Sari 8/44]
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Hafizhohulloh mengatakan: “Pada hadits ini terdapat pembolehan perempuan menawarkan dirinya kepada lelaki yang sholih untuk menikahinya, akan tetapi dengan mahar tidak boleh dengan hibah (tanpa mahar)”. [Syarh Sunan Abi Daud 26/243]
Al-Lajnah Ad-Da-imah (Syaikh bin Baaz, Syaikhh ‘Abdulloh bin Ghudayyan, Syaikh ‘Abdurrozzaq ‘Afifi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh, Syaikh ‘Abdulloh bin Qu’ud Ghofarohumulloh) ditanya: Bolehkah seorang gadis maju untuk minta dinikahi kepada seorang saudara fillah yang mulia, Karena gadis tersebut mendapatkan padanya sifat-sifat seorang muslim yang konsisten? Sebagaimana dahulu dilakukan oleh Sayyidah Khodijah bintu Khuwailid Rodhiyallohu ‘Anha? Apabila Islam membolehkannya, apakah hal tersebut tidak menjatuhkan kehormatan gadis tersebut setelah perbuatan itu atau Apa syarat-syarat yang dilakukan seorang gadis jika dia tertarik dengan seorang saudara fillah karena faktor akhlak keislaman dan sikap konsistennya dalam mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam?
Jawab: Apabila kondisinya sebagaimana yang disebutkan, maka disyari’atkan baginya (si gadis) untuk menawarkan dirinya kepada lelaki tersebut atau yang semisalnya dan tidak ada kesalahan dalam masalah itu. Khodijah Rodhiyallohu ‘Anha telah melakukannya, demikian juga para wahibah sebagaimana disebutkan di surat Al-Ahzab. ’Umar Rodhiyallohu ‘Anhu juga melakukannya dengan menawarkan putrinya Hafshoh kepada Abu Bakr dan ‘Umar Rodhiyallohu ‘Anhuma. Wabillahit Taufiq wa Shollallohu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Sohbihi wa Sallam”. [Fatwa no 6400 pertanyaan pertama, Gel 1 jilid 18/48]
Next >> Halaman 4